KITAB HAJI DAN UMRAH



 KITAB HAJI DAN UMRAH

1-     Pengertian haji, hukum dan keutamannya.

. Haji: yaitu beribadah kepada Allah SWT dengan menunaikan manasik/ibadah-ibadah menurut sunnah Rasulullah SAW, di tempat yang tertentu dan di masa yang tertentu.
. Kedudukan Baitul Haram:
          Allah SWT menjadikan Baitul Haram diagungkan, menjadikan Masjidil Haram sebagai halaman baginya, menjadikan kota Makkah sebagai halaman bagi Masjidil Haram, menjadikan tanah haram sebagai halaman bagi Mekkah, menjadikan miqat-miqat sebagai halaman bagi tanah haram dan menjadikan semenanjung Arab sebagai halaman bagi miqat. Semua itu sebagai keagungan dan kemuliaan untuk Baitullah al-Haram. Firman Allah SWT:
﴿ إِنَّ أَوَّلَ بَيۡتٖ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكٗا وَهُدٗى لِّلۡعَٰلَمِينَ ٩٦ فِيهِ ءَايَٰتُۢ بَيِّنَٰتٞ مَّقَامُ إِبۡرَٰهِيمَۖ وَمَن دَخَلَهُۥ كَانَ ءَامِنٗاۗ وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلۡبَيۡتِ مَنِ ٱسۡتَطَاعَ إِلَيۡهِ سَبِيلٗاۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ ٱلۡعَٰلَمِينَ ٩٧ ﴾ [ال عمران: ٩٦،  ٩٧] 
“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. * Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (QS. Ali 'Imran: 96-97).

. Kemuliaan dan Rahasia Ibadah haji:
1.     Haji merupakan ekspresi pelaksanaan persaudaraan Islam dan persatuan umat Islam. Di mana sirna dalam ibadah haji segala perbedaan jenis, warna, bahasa, tanah air dan tingkatan, dan nampak hakekat penghambaan dan persaudaraan. Semua dengan satu pakaian, menghadap kepada satu qiblat dan menyembah satu Ilah (Tuhan).
2.     Haji merupakan madrasah, padanya seorang muslim membiasakan diri untuk sabar, ingat hari kiamat dan huru haranya, merasakan kelezatan menyembah Allah SWT, mengenal keagungan Rabb-nya, dan fakirnya semua makhluk kepada-Nya.
3.     Haji adalah musim besar untuk memperoleh pahala, dilipat gandakan kebaikan dan ditebus segala kesalahan padanya, padanya hamba bersimpuh di hadapan Rabb-nya dengan berikrar mentauhidkan-Nya, mengakui dosanya dan lemahnya ia dalam melaksanakan hak Rabb-nya. Sehingga ia pulang dari haji dalam keadaan bersih dari dosa, seperti hari ia dilahirkan ibunya.
4.     Ibadah haji mengingatkan keadaan para nabi dan rasul 'alaihimusshalatu wassalaam dan ibadah, dakwah dan jihad serta akhlak mereka, dan menanamkan jiwa berpisah keluarga dan anak.
5.     Haji adalah timbangan, yang dengannya kaum msulimin mengenal keadaan dan kondisi mereka dalam hal ilmu pengetahuan dan kebodohan, kaya dan fakir, istiqamah atau penyimpangan.
. Hukum Haji:
          Haji adalah salah satu rukun Islam, diwajibkan pada tahun ke sembilan Hijriyah. Hukumnya wajib atas setiap muslim, yang merdeka, balig, berakal, mampu, sekali dalam seumur hidup secara bersegara,(jika sudah mampu tidak boleh ditunda-tunda).
Firman Allah SWT:
﴿ ...... وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلۡبَيۡتِ مَنِ ٱسۡتَطَاعَ إِلَيۡهِ سَبِيلٗاۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ ٱلۡعَٰلَمِينَ ٩٧ ﴾ [ال عمران: ٩٧] 
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. ( QS. Ali- 'Imran: 97 )
. Yang mampu melaksanakan haji:
          Yaitu orang yang sehat badan, mampu melakukan perjalanan, mempunyai bekal dan kendaraan yang memungkinkan dengannya menunaikan ibadah haji hingga pulang, setelah membayar kewajiban seperti hutang, nafkah yang disyari'atkan untuknya dan keluarganya, dan ia mempunyai kelebihan untuk menutupi kebutuhan pokoknya.
. Barang siapa yang mampu menunaikan ibadah haji dengan harta dan badannya, ia harus menunaikannya dengan dirinya sendiri. Dan barang siapa yang mampu dengan hartanya, tidak mampu dengan badannya, ia harus mencari pengganti yang melaksanakan haji untuknya (badal haji). Dan barang siapa yang mampu dengan badannya dan tidak mampu dengan hartanya, maka ia tidak wajib melaksanakan haji. Dan barang siapa yang tidak mampu melaksanakan haji dengan harta dan badannya, gugurlah kewajiban haji darinya.
. Bagi orang yang tidak mempunyai harta, ia boleh mengambil harta zakat untuk melaksanakan ibadah haji, haji termasuk sabilillah.
. Keutamaan Haji dan Umrah:
1.      Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, 'Rasulullah SAW ditanya, Amalan apakah yang paling utama?' Beliau menjawab, 'Beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.' Beliau ditanya lagi, 'Kemudian apa? Beliau menjawab, 'Jihad fi sabilillah.' Kemudian beliau SAW ditanya lagi,'Kemudian apa? Beliau menjawab, 'Haji yang mabrur.' Muttafaqun 'alaih.[1]
2.      Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, 'Saya mendengar Nabi SAW bersabda, 'Barang siapa yang berhaji karena Allah SWT, lalu ia tidak berkata keji dan tidak melakukan tindakan fasik, niscaya ia kembali seperti hari ibunya melahirkannya.' Muttafaqun 'alaih.[2]
3.      Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, 'Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, 'Satu umrah kepada umrah yang lain sebagai kafarat (penebus dosa) yang ada di antara keduanya, dan haji mabrur tidak ada balasan baginya selain surga.' Muttafaqun 'alaih.[3]
. Barang siapa yang meninggal dunia orang yang mendapat kewajiban haji, sedangkan ia belum melaksanakan haji, wajib         dikeluarkan dari harta peninggalannya untuk menghajikannya (badal haji).
. Hukum perempuan melaksanakan haji dan umrah tanpa mahram:
          Bagi perempuan, disyaratkan untuk kewajiban haji, adanya mahram seperti suaminya, atau orang yang haram menikah dengannya untuk selamanya, seperti ayah atau saudara, atau anak, atau semisal mereka. Jika mahram menolak berhaji dengannya (perempuan), maka ia tidak wajib melaksanakan haji. Jika ia berhaji tanpa mahram, maka ia berdosa dan hajinya sah.
. Perempuan tidak boleh melakukan perjalanan untuk haji atau yang lainnya kecuali bersama mahram, sama saja ia masih muda atau tua, sama saja ia bersama rombongan perempuan atau tidak, sama saja perjalanan itu jauh atau dekat, karena umumnya sabda Nabi SAW, 'Janganlah perempuan melakukan safar (perjalanan) kecuali bersama mahram.' Muttafaqun 'alaih.[4]
. Barang siapa yang menghajikan orang lain karena faktor lanjut usia, atau sakit yang tidak diharapkan kesembuhanya, atau untuk mayit, ia boleh berihram dari miqat mana saja yang dia kehendaki. Dia tidak harus memulai safar dari negeri orang yang dihajikannya. Seorang muslim tidak sah menghajikan orang lain sebelum ia melaksanakan haji untuk dirinya sendiri dan yang mewakilkan tidak harus menahan diri dari segala yang diharamkan dalam ihram saat ibadah haji.
. Orang yang tidak mampu secara fisik boleh meminta ganti kepada orang lain dalam melaksanakan haji sunnah atau umrah, dengan upah atau tanpa upah.
. Barang siapa yang meninggal dunia saat melaksanakan haji, maka tidak perlu diqadha` amalan haji yang tersisa, karena ia akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan bertalbiyah. Dan barang siapa yang meninggal dunia, sedangkan dia tidak pernah shalat, maka ia tidak boleh dihajikan atau bersedekah untuknya, karena ia telah murtad.
- Tata cara ihram perempuan haid dan nifas:
          Perempuan yang haid dan nifas boleh mandi dan berihram haji atau umrah, ia tetap dalam ihramnya dan menunaikan ibadah-ibadah haji. Akan tetapi ia tidak boleh thawaf di baitullah hingga ia suci, kemudian mandi dan menyempurnakan ibadah-ibadah hajinya, kemudian bertahallul. Adapun jika berihram umrah, maka ia tetap dalam ihram sampai suci, kemudian ia mandi, lalu menyempurnakan ibadah-ibadah umrah, kemudian bertahallul.

. Keutamaan menunaikan haji dan umrah secara kontinyu:
          Dari Abdullah bin Mas'ud r.a, ia berkata, 'Rasulullah SAW bersabda, 'Teruskanlah menuanikan haji dan umrah, karena keduanya menghilangkan kefakiran dan dosa, sebagaimana ubupan tukang besi menghilangkan karat besi, emas dan perak, dan tidak ada pahala bagi haji mabrur selain surga'. HR. Ahmad dan at-Tirmidzi.[5]
. Hukum keluar dari Makkah untuk menunaikan umrah bagi pendatang:
          Bagi orang yang datang ke Makkah untuk menunaikan haji atau umrah dimakruhkan keluar dari kota Makkah (tanah haram) untuk menunaikan umrah yang sunnah, dan hal itu termasuk bid'ah yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi SAW, dan tidak pula para sahabatnya radhiyallahu 'anhum, tidak di bulan Ramadhan dan tidak pula di bulan lainnya. Dan beliau SAW tidak pernah menyuruh 'Aisyah r.a melakukannya, tetapi beliau SAW mengijinkannya untuk menyenangkan hatinya. Dan thawaf di Baitullah lebih utama dari pada keluar (dari tanah haram) untuk melaksanakan umrah yang sunnah.
          Umrahnya 'Aisyah r.a dari Tan'im khusus bagi orang haid yang tidak bisa menyempurnakan umrah haji seperti 'Aisyah r.a, maka tidak disyari'atkan untuk perempuan lainnya yang suci, apalagi laki-laki.
. Hukum haji anak kecil dan umrahnya:
          Apabila anak kecil berihram haji, niscaya sah sebagai haji sunnah. Apabila dia anak yang sudah mumayyiz, ia melaksanakan seperti yang dilakukan laki-laki dan perempuan yang balig. Dan jika ia masih kecil, walinya meniatkan ihram untuknya, thawaf dan sa'i denganya, melontar jumrah untuknya. Dan yang lebih utama agar dia melaksanakan ibadah haji atau umrah yang ia mampu melakukannya. Dan apabila dia telah balig setelah itu, ia harus melaksanakan haji Islam.
. Apabila anak kecil atau budak melaksanakan haji, kemudian anak kecil itu balig dan budak itu merdeka, maka keduanya wajib melaksanakan haji yang lain.
.  Sah haji anak kecil dan orang yang berhaji dengannya mendapat pahala.
Dari Ibnu Abbas r.a, ia berkata, 'Seorang perempuan mengangkat bayinya seraya berkata, 'Ya Rasulullah, apakah ada haji untuk ini?' Beliau SAW menjawab, 'Ya, dan pahalanya untukmu.' HR. Muslim.[6]
. Hukum orang musyrik masuk ke dalam masjid:
          Orang musyrik tidak boleh masuk ke dalam Masjidil Haram dan ia boleh memasuki masjid lainnya untuk kepentingan syar'i.
1. Firman Allah SWT:
﴿ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِنَّمَا ٱلۡمُشۡرِكُونَ نَجَسٞ فَلَا يَقۡرَبُواْ ٱلۡمَسۡجِدَ ٱلۡحَرَامَ بَعۡدَ عَامِهِمۡ هَٰذَاۚ وَإِنۡ خِفۡتُمۡ عَيۡلَةٗ فَسَوۡفَ يُغۡنِيكُمُ ٱللَّهُ مِن فَضۡلِهِۦٓ إِن شَآءَۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ حَكِيمٞ ٢٨[التوبة: 28]
 “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini, maka Allah nanti akan memberi kekayaan kepadamu karunia-Nya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS. At-Taubat :28)
2. Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, 'Rasulullah SAW mengutus pasukan berkuda ke arah Nejd, maka pasukan itu datang dengan membawa tawanan dari Bani Hanifah, namanya Tsumamah bin Atsal. Maka mereka mengikatnya di salah satu tiang masjid. Lalu Nabi SAW keluar kepadanya seraya berkata, 'Lepaskanlah Tsumamah.' Lalu Tsumamah pergi ke kebun kurma di dekat masjid, lalu ia mandi. Kemudian ia memasuki masjid seraya berkata, 'Aku bersaksi bahwa tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Allah SWT dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah SWT.' Muttafaqun 'alaih.[7]
. Keistimewaan-keistimewaan tanah haram:
          Tanah haram mempunyai beberapa keistimewaan, yang terpenting adalah: berlipat pahala shalat padanya, besarnya dosa kejahatan padanya, orang musyrik diharamkan memasukinya, diharamkan memulai perang padanya, diharamkan memotong (menebang) pohon dan rumputnya kecuali izkhir (nama jenis rumput), diharamkan memungut barang temuannya kecuali untuk mengumumkannya, diharamkan membunuh atau memburu binantang buruannya, dan padanya permulaan rumah yang diletakkan untuk manusia. Firman Allah SWT:
﴿ إِنَّ أَوَّلَ بَيۡتٖ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكٗا وَهُدٗى لِّلۡعَٰلَمِينَ ٩٦ فِيهِ ءَايَٰتُۢ بَيِّنَٰتٞ مَّقَامُ إِبۡرَٰهِيمَۖ وَمَن دَخَلَهُۥ كَانَ ءَامِنٗاۗ وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلۡبَيۡتِ مَنِ ٱسۡتَطَاعَ إِلَيۡهِ سَبِيلٗاۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ ٱلۡعَٰلَمِينَ ٩٧ ﴾ [ال عمران: ٩٦،  ٩٧] 
“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) Maqam Ibrahim; Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam”. (QS. 3:97)


1.    Miqat-Miqat

          Baitullah al-Haram diagungkan dan dimuliakan, Allah SWT membuat benteng untuknya, yaitu kota Makkah dan daerah terlarang yaitu tanam haram. Dan bagi tanah haram ada batas-batas, yaitu miqat-miqat yang tidak boleh melewatinya bagi orang yang ingin berhaji dan umrah kepadanya (Makkah) kecuali dengan berihram, sebagai pengagungan kepada Allah SWT dan untuk rumah-Nya yang haram.
Al-Mawaqiit: bentuk jama' dari kata-kata miqat, yaitu tempat beribadah dan waktunya.
. Miqat-miqat terbagi dua:
1.       Zamani/Berdasarkan Waktu: yaitu bulan-bulan haji, Syawal, Dzulqa'dah, dan Dzulhijjah.
2.       Makani/Berdasarkan Tempat: yaitu tempat yang berihram darinya orang yang ingin melaksanakan haji dan umrah, yaitu ada lima:
a.      Dzul-hulaifah: yaitu miqat penduduk Madinah dan yang melewatinya. Jaraknya dari kota Makkah sekitar empat ratus dua puluh (420) Km. Miqat (Dzul-hulaifah) paling jauh dari kota Makkah. Tempat ini dinamakan pula Wadil-Aqiq dan masjidnya dinamakan Masjid Syajarah (pohon), ia berada di sebelah selatan kota Madinah. Di antara miqat ini dan kota Madinah berjarak sekitar tiga belas (13) Km. Disunnahkan shalat di lembah yang penuh berkah ini.
b.      Juhfah: Yaitu miqat penduduk Syam, Mesir dan yang sejajar dengannya atau melewatinya. Ia adalah satu perkampungan di dekat Rabigh. Dari kota Makkah berjarak sekitar seratus delapan puluh enam (186) Km. Sekarang orang-orang berihram dari Rabigh yang terletak sebelah barat darinya.
c.      Yalamlam: yaitu miqat penduduk Yaman dan yang sejajar dengannya atau melewatinya. Yalamlam adalah lembah yang berjarak seratus dua puluh (120) Km dari kota Makkah, sekarang dinamakan Sa'diyah.
d.      Qarnul-Manazil: yaitu miqat penduduk Najd dan Tha`if dan yang sejajar dengannya atau melewatinya. Sekarang dikenal dengan nama Sailul-Kabir. Di antaranya dan kota Makkah berjarak sekitar tujuh puluh lima (75) Km, dan Wadi (lembah) Mahram adalah Qarnul-Manazil yang paling tinggi.
e.      Dzatu-'Irq: yaitu miqat penduduk Iraq dan yang sejajar dengannya atau melewatinya, yaitu suatu lembah, dan dinamakan adh-Dharibah. Jaraknya dengan kota Makkah sekitar seratus (100) Km.

Barangsiapa yang tempat tingganya selain dari miqat-miqat di atas dari arah mekkah, maka ia berihram dari tempat tinggalnya tersebut.
          Dari Ibnu Abbas r.a, ia berkata, 'Rasulullah SAW menentukan tempat miqat untuk penduduk Madinah yaitu Dzul-Hulaifah, untuk penduduk Syam yaitu Juhfah, untuk penduduk Najd yaitu Qarn al-Manaqil, untuk penduduk Yaman Yalamlam. Miqat-miqat itu adalah untuk semua penduduk yang tinggal di situ dan siapa saja yang datang kesana dan dia bukan penduduknya, bagi siapa saja yang hendak melaksanakan haji dan umrah. Dan barang siapa yang berada/tinggal kurang dari miqat, maka dari tempat ia tinggal, sehingga penduduk Makkah berihram dari kota Makkah.'[8]        
. Barang siapa yang ingin melaksanakan haji dari kota Makkah, maka sunnahnya adalah berihram darinya. Dan jika ia berihram dari tanah halal niscaya cukup. Barang siapa yang ingin melaksanakan umrah dari penduduk Makkah, ia berihram dari tanah halal di luar tanah  haram, seperti Masjid 'Aisyah r.a di Tan'im atau Ji'ranah, ia berihram  dari tempat yang paling mudah atasnya. Maka jika ia berihram untuk umrah dari tanah haram dengan sengaja dalam keadaan mengetahui hukumnya, maka ihramnya sah akan tetapi ia berdosa dan wajib atasnya untuk bertaubat dan istighfar.
. Orang yang berhaji dan umrah tidak boleh melewati miqat tanpa berihram, dan barang siapa yang melewatinya tanpa berihram, ia harus kembali kepadanya dan berihram darinya. Jika ia tidak kembali dan berihram dari tempatnya dengan sengaja dalam keadaan mengetahui hukumnya, maka ia berdosa, dan haji serta umrahnya sah. Dan jika berihram sebelum miqat, ihramnya sah namun hukumnya makruh.
. Barang siapa yang melewati miqat, sedangkan dia tidak ingin melaksanakan haji atau umrah, kemudian ia ingin memulai niat haji atau umrah, maka ia berihram dari tempat ia memulai, kecuali umrah secara tunggal, jika ia berniatnya dari tanah haram, ia harus keluar ke tanah halal. Dan jika ia berniatnya dari tanah halal, maka hendaknya ia berihram dari tempat ia memulai berniat.
. Penduduk Makkah berihram dengan haji secara ifrad atau qiran dari Makkah. Adapun jika mereka ingin berihram dengan umrah secara tersendiri atau tamattu' dengannya kepada haji, maka mereka harus keluar untuk berihram dengan hal itu dari tanah halal seperti Tan'im atau Ji'ranah dan semisal keduanya.
. Tata cara berihram dalam pesawat terbang:
          Barang siapa yang menaiki pesawat terbang karena ingin berhaji atau umrah atau untuk keduanya secara bersamaan, maka sesungguhnya ia berihram di dalam pesawat apabila telah sejajar salah satu miqat-miqat ini. Maka ia memakai pakaian-pakaian ihram, kemudian berniat ihram. Jika ia tidak mempunyai pakaian ihram, ia berihram dengan celana dan membuka kepalanya. Maka jika ia tidak mempunyai celana, ia berihram pada pakaiannya. Maka apabila ia turun (dari pesawat), hendaklah ia membeli pakaian ihram dan memakainya.
          Tidak boleh menunda ihram sampai turun di Bandara Jeddah dan berihram darinya. Jika ia melakukannya, ia harus kembali ke miqat terdekat untuk berihram darinya. Jika ia tidak kembali dan berihram di bandara atau kurang dari miqat dengan sengaja padahal ia mengetahui hukumnya maka ia berdosa dan nusuknya sah.
          Dari Ibnu Abbas r.a, ia berkata, 'Rasulullah SAW berkhutbah kepada kami di Arafah, beliau bersabda, 'Barang siapa yang tidak mendapatkan sarung, hendaklah ia memakai celana, dan barang siapa yang tidak mendapatkan dua sendal, hendaklah ia memakai dua khuf (sepatu).' Muttafaqun 'alaih.[9]

3. Ihram
. Ihram: yaitu niat masuk dalam ibadah, haji atau umrah.
. Hikmah ihram: Allah SWT menjadikan untuk Bait-Nya al-Haram larangan-larangan dan miqat-miqat, orang yang ingin memasuki haram tidak melewatinya kecuali apabila atas sifat yang ditentukan dan niat yang ditentukan.


. Perbatasan-perbatasan haram Makkah:
          Dari arah Barat: Syumaisi (Hudaibiyah) dan jaraknya dari Masjidil Haram sejauh dua puluh dua (22) Km. melewati jalan Jeddah.
          Dari arah Timur: tepi lembah 'Aranah Barat, dan berjarak sejauh lima belas (15) Km. dan dilewati jalur Tha`if, dan dari arah Ji'ranah jalan-jalan Mujahidin dan berjarak sekitar enam belas (16) Km jauhnya.
          Dari arah Utara: Tan’im, dan berjarak kira-kira tujuh (7) km.
          Dari arah Selatan: Adhah Lin jalur Yaman, dan berjarak sekitar dua belas (12) Km.
. Tata cara ihram:
          Disunnahkan bagi yang ingin berihram haji atau umrah agar mandi, membersihkan diri, memakai minyak wangi di badannya dan tidak pada pakaian ihramnya, memakai sarung dan selendang putih lagi bersih juga tidak berjahit, memakai dua sendal. Dan disunnahkan bagi perempuan  mandi untuk berihram, sekalipun ia sedang haid atau nifas, dan ia boleh memakai pakaian yang menutup aurat yang apa saja yang ia kehendaki, menghindari pakaian ketenaran dan pakaian sempit, dan yang menyerupai laki-laki atau orang kafir.
. Disunnahkan berihram setelah selesai shalat fardhu, dan tidak ada shalat khusus untuk ihram. Dan jika berihram selepas dua rakaat yang disunnahkan seperti shalat tahiyatul masjid, atau dua rakaat wudhu`, atau shalat Dhuha, maka tidak mengapa. Dan ia berniat dengan hatinya memasuki ibadah yang dikehendakinya, berupa haji atau umrah. Dan disunnahkan untuk berihram dan mengucap talbiyah selepas shalat di masjid, atau apabila kendaraannya telah siap menghadap kiblat.
. Disunnahkan bagi yang berihram agar menyebutkan ibadahnya, orang yang  melaksanakan umrah membaca: 'labbaika 'umrah' dan yang  melaksanakan haji ifrad membaca: 'labbaika hajja', dan jika melaksanakan haji qiran, membaca: 'Labbaika 'umratan wa hajja'. Jika melaksanakan haji tamattu', ia membaca: 'labbaika 'umrah' dan yang berhaji membaca: 'Ya Allah, inilah haji yang tidak ada riya dan sum'ah padanya.'
. Apabila yang berihram dalam kondisi sakit atau khawatir, disunnahkan ia mengatakan saat berniat ihram: 'Jika sesuatu menghalangiku, maka tempat tahallulku adalah di tempat Engkau menahanku.'Apabila ada sesuatu yang menghalanginya atau bertambah sakitnya, maka ia bertahallul dan tidak menyembelih hadyu.
.Tata cara talbiyah:
1.      Orang yang berihram disunnahkan membaca setelah berihram, apabila telah duduk di atas kendaraannya, setelah memuji Allah SWT, bertasbih dan bertakbir: 'Labbaikallahumma labbaik, labbaika laa syarika laka labbaik, innal hamda wanni'mata laka wal mulk laa syariikalak.' Muttafaqun 'alaih.[10]
2.      Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, 'Termasuk talbiyah Nabi SAW, 'Labbaika ilaahal haqq.' HR. An-Nasa`i dan Ibnu Majah.[11]
. Keutamaan Talbiyah:
          Dari Sahl bin Sa'ad r.a, ia berkata, 'Rasulullah SAW bersabda, 'Tidak ada seorang muslim yang membaca talbiyah melainkan yang di sebelah kanannya atau sebelah kirinya, dari bebatuan atau pohon atau tanah ikut membaca talbiyah, sehingga terputus bumi dari sini dan sini.' HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Majah.[12]
. Disunnahkan bagi yang berihram agar memperbanyak talbiyah yang merupakan syi’ar haji, laki-laki bersuara (mengangkat suara) membaca talbiyah dan perempuan (juga bersuara membaca talbiyah) selama tidak dikhawatirkan terjadi fitnah. Terkadang bertalbiyah, terkadang bertahlil, dan terkadang bertakbir.
. Talbiyah dihentikan dalam umrah apabila telah memasuki batas tanah haram terdekat, dan dihentikan dalam haji apabila hendak melontar jumrah aqabah di hari raya.
. Apabila orang yang sudah balig berihram haji atau umrah, ia harus menyempurnakannya. Adapun anak kecil, maka tidak wajib menyempurnakannya, karena ia bukan mukallaf dan tidak dibebankan kewajiban.
. Orang yang berhaji dan lainnya harus melaksanakan semua taat dan meninggalkan segala yang diharamkan. Firman Allah SWT:
﴿ ٱلۡحَجُّ أَشۡهُرٞ مَّعۡلُومَٰتٞۚ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ ٱلۡحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي ٱلۡحَجِّۗ وَمَا تَفۡعَلُواْ مِنۡ خَيۡرٖ يَعۡلَمۡهُ ٱللَّهُۗ وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيۡرَ ٱلزَّادِ ٱلتَّقۡوَىٰۖ وَٱتَّقُونِ يَٰٓأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ ١٩٧ ﴾ [البقرة: ١٩٧] 
(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan Haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal. (QS. Al-Baqarah:197)
. Larangan-larangan ihram:
          Dari Abdullah bin 'Umar r.a, sesungguhnya seorang laki-laki berkata, 'Ya Rasulullah, pakaian apakah yang dikenakan orang yang berihram?' Rasulullah SAW bersabda, 'Ia tidak memakai kemeja, surban, celana, kopiah, dan sepatu, kecuali seseorang yang tidak mendapatkan dua sendal, hendaklah ia memakai dua sepatu dan memotong keduanya di bawah dari dua mata kaki, dan janganlah ia memakai pakaian yang terkena za'faran dan wars (jenis wewangian).' Muttafaqun 'alaih.[13]

. Diharamkan kepada laki-laki dan perempuan yang berihram yang berikut ini:
1.     Menggundul rambut kepala atau memendekkannya.
2.     Menggunting kuku.
3.     Menutup kepala bagi laki-laki.
4.     Laki-laki memakai yang berjahit, yaitu yang dijahit menurut ukuran semua badan seperti qamis, atau ukuran separu badan bagian atas seperti baju kaos, atau separo bagian bawah seperti celana, dan yang dijahit menurut ukuran anggota tubuh untuk dua tangan seperti sarung tangan, dan untuk dua kaki seperti dua sepatu, dan untuk kepala seperti surban, kopiah dan semisalnya.
5.     Memakai wewangian atau garu di badan atau pakaian dengan cara apapun.
6.     Membunuh binatang buruan darat yang dimakan atau memburunya.
7.     Melaksanakan akad nikah.
8.     Menutup wajah bagi perempuan dengan tudung kepala atau cadar dan semisalnya dan menutup kedua tangan dengan sarung tangan.
9.     Jima': jika sebelum tahallul awal, rusaklah manasik keduanya disertai dosa dan diwajibkan menyembelih unta, meneruskan manasik hajinya, dan mengqadha` pada tahun berikutnya. Dan jika jima' itu terjadi setelah tahallul awal, ibadah hajinya tidak rusak akan tetapi ia berdosa, dan ia harus membayar fidyah dan mandi.
10.  Laki-laki bermesraan dengan istrinya yang bukan di kemaluan. Jika keluar mani, ihram dan hajinya tidak rusak, akan tetapi ia berdosa, dan ia harus membayar fidyah gangguan.
. Laki-laki tidak boleh berihram dengan kaos kaki dan sepatu, kecuali apabila ia tidak menemukan dua sendal, maka ia boleh memakai dua sepatu dan tidak perlu memotongnya. Yang dimaksud dua sepatu adalah yang menutup dua mata kaki. Perempuan yang sedang berihram boleh memakai kaos kaki dan sepatu. Adapun kaos tangan, laki-laki dan perempuan yang berihram tidak boleh memakainya, seperti yang telah dijelaskan.
. Perempuan seperti laki-laki dalam larangan-larangan yang telah lalu kecuali pada pakaian berjahit, ia boleh memakai apa yang dikehendakinya asal tidak tabarruj, menutup kepalanya, menurunkan tutup kepalanya apabila ada di hadapan laki-laki, dan dibolehkan baginya memakai perhiasan.
. Tahallul awal dalam haji membolehkan segala sesuatu bagi yang berhaji kecuali jima’, dan akan di peroleh dengan melontar jumrah aqabah. Dan barang siapa yang membawa hadyu (hewan sembelihan), tahallulnya setelah menyembelih dan melontar (jumrah aqabah).
. Apabila perempuan yang melaksanakan haji tamattu' kedatangan haid sebelum tawaf dan ia khawatir ketinggalan haji, ia berihram dengannya dan menjadi haji qiran, dan sepertinya yang mendapat uzur (halangan). Perempuan haid dan nifas melakukan semua ibadah haji selain tawaf di Baitullah. Dan jika ia kedatangan haid saat melaksanakan tawaf, ia keluar darinya dan berihram dengan haji dan menjadi haji qiran.
. Yang boleh dilakukan orang yang berihram:
          Orang yang berihram boleh menyembelih binatang ternak, ayam dan semisalnya. Ia boleh membunuh binatang penggangu di tanah halal dan haram seperti singa, serigala, macan tutul, macan (salah satu jenis macan, cheetah-ingg), ular, kalajengking, tikus, dan segala yang mengganggu seperti cecak dan memunuhnya sekali pukulan lebih utama, dan ia akan mendapatkan seratus kebaikan, sebagaimana boleh memburu binatang laut dan memakannya.
1. Firman Allah SWT:
﴿ أُحِلَّ لَكُمۡ صَيۡدُ ٱلۡبَحۡرِ وَطَعَامُهُۥ مَتَٰعٗا لَّكُمۡ وَلِلسَّيَّارَةِۖ وَحُرِّمَ عَلَيۡكُمۡ صَيۡدُ ٱلۡبَرِّ مَا دُمۡتُمۡ حُرُمٗاۗ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ ٱلَّذِيٓ إِلَيۡهِ تُحۡشَرُونَ ٩٦ ﴾ [المائ‍دة: ٩٦] 
“Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (manangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. Dan bertaqwalah kepada Allah yang kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan”. (QS. Al-Ma`idah:96)
2. Dari 'Aisyah r.a, ia berkata, 'Rasulullah SAW bersabda, 'Lima binatang fasik boleh dibunuh ditanah haram: kalajengking, tikus, ular, burung gagak dan anjing gila.' Muttafaqun 'alaih.[14]
. Setelah berihram, orang yang berihram boleh mandi, membasuh kepala dan pakaiannya, dan ia boleh menggantinya. Dan orang yang berihram boleh memakai cincin perak, kaca mata, pembantu pendengaran telinga, jam tangan, sabuk (ikat pinggang), sepatu sekalipun dijahit dengan mesin. Dan ia boleh berbekam dan bercelak mata karena penyakit dan semisalnya.
. Orang yang berihram boleh memakai wewangian, bernaung dengan kemah atau payung atau atap mobil, dan boleh menggaruk kepala, sekalipun jatuh sebagian rambut darinya.
. Barang siapa yang ingin berkorban dan berhaji pada tanggal sepuluh (10) Dzulhijjah, maka tidak selayaknya baginya saat ihram mengambil sesuatu dari badan, rambut, dan kukunya. Dan ia hanya boleh menggundul atau mencukur rambutnya jika ia melaksanakan haji tamattu', karena menggundul atau mencukur termasuk bagian manasik haji.
. Yang dilakukan terhadap orang yang berihram apabila meninggal dunia:
          Dari Ibnu Abbas r.a, bahwa seorang laki-laki patah lehernya (jatuh dari ontanya, lalu meninggal dunia, pent.), dan kami bersama Nabi SAW, sedangkan ia berihram, maka Nabi SAW bersabda, 'Mandikanlah ia dengan air dan daun bidara dan kafanilah ia dalam dua pakaian, jangan kamu sentuhkan wewangian kepadanya, dan janganlah kamu menutup kepalanya. Sesungguhnya Allah SWT membangkitkannya di hari kiamat dalam keadaan bertalbiyah.' Muttafaqun 'alaih.[15]

4- Fidyah
. Larangan-larangan ihram dari sisi fidyah terbagi menjadi empat (4) bagian:
1.     Yang tidak ada fidyah padanya: yaitu akad nikah.
2.     Yang fidyahnya sangat berat, yaitu jima' dalam haji sebelum tahallul awal, fidyahnya adalah unta.
3.     Yang fidyahnya adalah balasan atau gantiannya: yaitu membunuh binatang buruan.
4.     Yang fidyahnya adalah fidyah adza (gangguan): yaitu larangan-larangan lainnya seperti mencukur rambut, memakai minyak wangi, dan semisalnya.
. Barang siapa yang sakit atau uzur dan perlu melakukan salah satu larangan ihram yang terdahulu selain jima', seperti mencukur rambut kepala, memakai yang berjahit dan semisal keduanya, maka ia boleh melakukan hal itu, dan ia wajib membayar fidyah gangguan.


. Fidyah adza (gangguan) boleh memilih salah satu di antara tiga macam:
1.     Puasa tiga hari.
2.     Atau memberi makan enam orang miskin, bagi setiap orang miskin mendapat setengah sha' (dua mud), dari gandum atau beras, atau kurma, atau semisalnya, atau satu porsi makanan lengkap bagi setiap orang miskin menurut pandangan umum dan kebiasaan.
3.     Atau menyembelih kambing.
Firman Allah SWT:
﴿ ...... فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوۡ بِهِۦٓ أَذٗى مِّن رَّأۡسِهِۦ فَفِدۡيَةٞ مِّن صِيَامٍ أَوۡ صَدَقَةٍ أَوۡ نُسُكٖۚ .... ﴾ [البقرة: ١٩٦] 
“Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban” (QS. Al-Baqarah:196)
. Berpuasa boleh saja di semua tempat, adapun memberi makan dan menyembelih kambing maka hanya untuk orang-orang fakir kota Makkah.
. Barang siapa yang melakukan sesuatu dari larangan-larangan ihram karena kejahilan, lupa, atau terpaksa, maka tidak ada dosa atasnya dan tidak wajib fidyah. Ia harus menghindarkan diri dari yang dilarang secara segera. Dan barang siapa yang melakukannya secara sengaja karena kebutuhan, maka ia harus membayar fidyah dan tidak berdosa. Dan barang siapa yang melakukannya secara sengaja tanpa uzur dan tanpa kebutuhan, maka ia harus membayar fidyah dan ia berdosa.
. Fidyah membunuh binatang darat:
          Barang siapa yang membunuh binatang buruan darat secara sengaja, sedangkan dia sedang berihram, jika hewan itu ada padanannya (ada jenis yang sama), ia diberi pilihan antara mengeluarkan yang sepadan yang disembelihnya dan memberi makanan kepada orang-orang miskin di tanah haram, atau binatang yang sepadan itu dinilai dengan dirham (mata uang) yang dibelikan makanan, lalu ia memberikan kepada setiap miskin setengah sha' (dua mud), atau ia berpuasa satu hari dari setiap makanan orang miskin. Dan jika binatang buruan itu tidak ada padanannya, binatang buruan itu dinilai dengan dirham (mata uang), kemudian diberi pilihan antara memberi makan dan puasa.

Firman Allah SWT:
﴿ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَقۡتُلُواْ ٱلصَّيۡدَ وَأَنتُمۡ حُرُمٞۚ وَمَن قَتَلَهُۥ مِنكُم مُّتَعَمِّدٗا فَجَزَآءٞ مِّثۡلُ مَا قَتَلَ مِنَ ٱلنَّعَمِ يَحۡكُمُ بِهِۦ ذَوَا عَدۡلٖ مِّنكُمۡ هَدۡيَۢا بَٰلِغَ ٱلۡكَعۡبَةِ أَوۡ كَفَّٰرَةٞ طَعَامُ مَسَٰكِينَ أَوۡ عَدۡلُ ذَٰلِكَ صِيَامٗا .... ﴾ [المائ‍دة: ٩٥] 
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa diantara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu sebagai had-ya yang dibawa sampai ke Ka'bah, atau (dendanya) membayar kaffarat dengan memberi makan orang-orang miskin, atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, ...” (QS. Al-Maidah:95)
. Fidyah jima' dalam haji sebelum tahallul awal adalah unta. Jika ia tidak mendapatkan, ia puasa tiga hari di saat haji dan tujuh hari setelah pulang ke negrinya. Jika jima' itu setelah tahallul awal, maka sama seperti fidyah gangguan. Perempuan seperti laki-laki dalam semua itu, kecuali jika ia dipaksa.
. Fidyah orang yang jima' terhadap istrinya dalam umrah sebelum sa'i atau mencukur adalah fidyah gangguan.
. Haram atas orang yang berihram dan halal (tidak berihram) memotong pohon haram Makkah dan rumputnya selain idzkhir dan yang ditanam manusia dan tidak ada fidyah atasnya. Sebagaimana diharamkan membunuh binatang buruan tanah haram, jika ia melakukan maka ia harus membayar fidyah.
Dan diharamkan berburu di tanah haram Madinah dan memotong pohonnya, dan tidak ada fidyah atasnya. Akan tetapi dita'zir (hukuman supaya jera, kapok) orang memburunya dan berdosa, dan boleh diambil dari rerumputannya apa yang dibutuhkan untuk ternak, dan di dunia tidak ada tanah haram selain dua tanah haram ini.
. Perbatasan tanah haram kota Madinah:
          Dari arah Timur hurah (pegunungan, bebatuan) bagian Timur, dari Barat hurah bagian Barat, dari Utara pegunungan Tsur di belakang bukit Uhud, dan dari Selatan gunung 'Ir, dan di kakinya sebelah Utama Wadi al-'Aqiq.
. Barang siapa yang berulang kali melanggar larangan dari satu jenis dan belum membayar fidyah, ia membayar fidyah satu kali, berbeda dengan berburu. Dan barang siapa yang berulang kali melanggar larangan dari berbagai jenis larangan, seperti mencukur rambutnya dan menyentuh minyak wangi, ia membayar fidyah satu kali untuk setiap jenis.
. Diharamkan melaksanakan akad nikah saat berihram dan tidak sah, tidak ada fidyah padanya, dan sah kembali.
. Orang yang terkena kewajiban hadyu:
          Hadyu diwajibkan kepada yang melaksanakan haji tamattu' dan qiran, jika keduanya bukan penduduk kota Makkah, hadyunya adalah seekor kambing, atau sepertujuh 1/7 unta, atau sepertujuh (1/7) sapi. Barang siapa yang tidak menemukan hadyu atau tidak mampu, ia puasa tiga hari dalam haji sebelum 'Arafah atau sesudahnya dan hari terakhirnya adalah hari ketiga belas (13) dan ia lebih utama, dan tujuh (7) hari apabila sudah pulang kepada keluarganya. Adapun yang melaksanakan haji ifrad, maka tidak ada hadyu atasnya.
Firman Allah SWT:
﴿ ........ فَمَن تَمَتَّعَ بِٱلۡعُمۡرَةِ إِلَى ٱلۡحَجِّ فَمَا ٱسۡتَيۡسَرَ مِنَ ٱلۡهَدۡيِۚ فَمَن لَّمۡ يَجِدۡ فَصِيَامُ ثَلَٰثَةِ أَيَّامٖ فِي ٱلۡحَجِّ وَسَبۡعَةٍ إِذَا رَجَعۡتُمۡۗ تِلۡكَ عَشَرَةٞ كَامِلَةٞۗ ذَٰلِكَ لِمَن لَّمۡ يَكُنۡ أَهۡلُهُۥ حَاضِرِي ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ ١٩٦ ﴾ [البقرة: ١٩٦] 
“…Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan 'Umrah sebelum Haji (di dalam bulan Haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekkah). Dan bertaqwalah kepada Allah dan ketauhilah bahwa Allah sangat keras siksa-Nya”. (QS. Al-Baqarah:196)
. Setiap hadyu atau memberi makan, semuanya untuk fakir miskin tanah haram, sembelihan dan pembagian, fidyah gangguan dan pakaian dan semisalnya. Dam karena terhalang di tempat ditemukan sebabnya. Hukuman/balasan berburu di tanah haram adalah untuk fakir miskin tanah haram, dan boleh berpuasa di semua tempat.
. Hadyu tamattu' dan qiran, disunnahkan makan darinya, menghadiahkan dan memberi makan darinya kepada fakir miskin tanah haram.
. Orang yang terhalang wajib menyembelih hadyu yang dia mampu, kemudian ia mencukur. Jika ia tidak mendapatkan hadyu, ia bertahallul dan tidak ada kewajiban apa-apa atasnya.
. Hukum binatang buruan yang ada padanannya dan yang tidak ada padanannya:
1.       Binatang buruan yang ada padanannya dari hewan ternak seperti burung unta, padanya seekor unta. Keledai liar (zebra), sapi, kambing (salah satu jenis kambing, ibex-ing), kijang padanya seekor sapi. Dan pada hyena (jenis srigala) seekor kibas. Dan pada rusa (menjangan) seekor kambing. Pada wabar dan dhab (hewan sejenis biawak) seekor anak kambing (usia satu tahun). Dan pada yarbu' (binatang jenis tupai, jerboa-ingg) seekor jafrah. Dan pada kelinci seekor anak kambing betina. Dan pada burung dara dan semisalnya seekor kambing. Dan selain yang demikian itu harus diputuskan oleh dua orang adil yang mempunyai keahlian.
2.       Binatang buruan yang tidak ada padanannya, binatang buruan itu dinilai dengan dirham (mata uang real atau rupiah) dan dibelikan makanan dengannya, dan diberikan satu mud untuk setiap orang miskin atau senilai yang demikian itu berpuasa.

.  Pembagian dam dalam haji:
1.     Dam haji tamattu' dan qiran, yang berhaji memakan darinya, memberi hadiah, dan memberi makan fakir miskin.
2.     Dam fidyah bagi orang yang melakukan salah satu larangan ihram, seperti mencukur rambut atau memakai yang berjahit dan semisalnya.
3.     Dam pembalasan/hukuman bagi yang membunuh binatang buruan darat yang dimakan.
4.     Dam terhalang bagi orang yang tertahan menyempurnakan ibadah haji, atau (terhalang memasuki) Baitullah, dan ia tidak mensyaratkan.
5.     Dam jima', apabila melakukan jima' sebelum tahallul.
Dan empat jenis dam terakhir ini, ia tidak boleh makan darinya, tetapi ia menyembelihnya dan memberikan makanan kepada fakir miskin kota Makkah.



. Hukum memindah daging ke luar tanah haram:
Yang disembelih jemaah haji ada tiga jenis:
1.      Hadyu tamattu' dan qiran, ia menyembelih di tanah haram, memakan darinya dan memberi makan kepada fakir miskin, dan ia boleh memindahnya ke luar tanah haram.
2.      Yang disembelih di dalam tanah haram sebagai hukuman berburu, atau fidyah gangguan, atau meninggalkan kewajiban, atau melakukan yang dilarang, maka semua ini hanya untuk fakir miskin tanah haram dan ia tidak boleh memakan darinya.
3.      Yang disembelih di luar tanah haram seperti hadyu terhalang atau fidyah balasan, atau selainnya, maka ini dibagikan di tempat ia menyembelih dan ia boleh memindahnya ke tempat lain dan tidak boleh memakan darinya.

5- Jenis Jenis Ibadah Haji
. Ibadah haji ada tiga macam: tamattu', qiran, dan ifrad.
1.      Tata cara haji tamattu': yaitu berihram dengan umrah di bulan-bulan haji dan selesai darinya, kemudian berihram dengan haji dari Makkah atau di dekatnya dalam tahun yang sama.Diwajibkan baginya menyembelih hadyu. Bacaannya adalah: 'labbaika 'umrah'.
2.      Tata cara haji qiran: yaitu berihram dengan haji dan umrah secara bersamaan, atau berihram dengan haji lebih dahulu kemudian memasukkan umrah atasnya. Bacaannya adalah: 'labbaika 'umratan wa hajjan'. Boleh bagi orang yang mendapat uzur (halangan) memasukkan haji atas umrah sebelum memulai tawafnya, seperti orang yang mendapat haid umpamanya.
3.      Tata cara haji ifrad: yaitu berihram dengan haji secara tersendiri. Dan ucapannya adalah: 'labbaika hajja'. Yang melaksanakan haji qiran adalah seperti haji ifrad, kecuali yang melaksanakan haji qiran wajib membayar hadyu dan yang melaksanakan haji ifrad tidak ada kewajiban hadyu atasnya. Haji qiran lebih utama dari pada haji ifrad, dan haji tamattu' lebih utama dari pada keduanya.
. Ibadah haji yang paling utama:
          Sebaiknya setiap orang yang berhaji agar melaksanakan haji tamattu'. Tamattu' adalah yang paling utama, karena ia adalah yang diperintahkan Rasulullah SAW kepada para sahabatnya dan menyarankan agar mereka bertahallul pada haji wada' kecuali orang yang membawa hadyu. Tamattu' adalah ibadah haji yang paling mudah dan paling gampang, serta paling banyak pekerjaannya.
. Apabila seseorang berihram secara qiran atau ifrad, maka yang utama adalah merubah ibadahnya menjadi umrah agar ia menjadi haji tamattu', sekalipun setelah tawaf dan sa'i apabila ia tidak membawa hadyu bersamanya, maka hendaklah bercukur dan bertahallul karena mengikuti perintah Nabi SAW. Adapun orang yang membawa hadyu, maka ia tetap dalam ihramnya dan tidak bertahallul kecuali setelah melontar (jumrah aqabah) di hari raya.
. Apabila seorang muslim berihram dengan haji atau umrah, maka ia menuju Makkah sambil bertalbiyah, disunnahkan memasukinya dari  arah atasnya, jika lebih mudah memasukinya, dan mandi jika memungkinkan, dan memasuki Masjidil Haram dari arah manapun. Apabila ia ingin memasuki Masjidil Haram, ia mendahulukan kaki kanannya, kemudian membaca yang dibaca saat memasuki semua masjid: Ya Allah, bukakanlah untukku pintu-pintu rahmat-Mu' HR. Muslim [16] 'Aku berlindung kepada Allah SWT Yang Maha Agung, kepada wajah-Mu Yang Mulia, kekuasan-Mu yang qadim, dari syetan yang terkutuk.' HR. Abu Daud.[17]
. Apabila memasuki Masjidil Haram, ia memulai tawaf secara langsung, kecuali di waktu shalat fardhu, maka ia melaksanakan shalat fardhu kemudian tawaf.
. Yang umrah memulai umrah secara tersendiri, atau umrah tamattu' dengan tawaf umrah, dan yang melaksanakan haji qiran dan ifrad memulai tawaf qudum, hukumnya sunnah bukan wajib.
. Tahallul dari ibadah (haji atau umrah) adalah: bisa dengan menyempurnakan ibadah (secara lengkap), atau tahallul karena uzur jika ia mensyaratkan, atau karena terhalang.

6. Pengertian umrah dan hukumnya

. Umrah adalah beribadah kepada Allah SWT dengan tawaf di Baitullah dan sa'i antara bukit Shafa dan Marwah, menggundul atau bercukur.

. Hukum umrah:
          Umrah diwajibkan sekali dalam seumur hidup, dan disunnahkan setiap waktu sepanjang tahun. Pada bulan-bulan haji lebih utama dalam sepanjang tahun. Dan umrah di bulan Ramadhan sama dengan haji.
. Nabi SAW melaksanakan umrah sebanyak empat kali, semuanya di bulan-bulan haji, yaitu: umrah Hudaibiyah, umrah qadha, umrah Ji'ranah, dan umrah beliau bersama hajinya r. Semua terlaksana di Bulan Dzulqa'dah.
. Rukun-rukun umrah: Ihram, tawaf, dan sa'i.
. Wajib-wajib umrah: Ihram dari miqat, bergundul atau bercukur.
Barangsiapa yang meninggalkan salah satu darinya dengan sengaja, padahal ia mengetahui hukumnya maka ia berdosa, akan tetapi ia tidak menyembelih dam dan umrahnya sah.
. Syarat-syarat sahnya thawaf: niat, suci dari hadats besar, menutup aurat, sebanyak tujuh putaran, dimulai dari hajar aswad dan mengakhiri (thawaf) padanya, mengelilingi seluruh bangunan Ka'bah, menjadikan Ka'bah di sebelah kiri, berkelanjutan kecuali bila ada uzur.

6.    Tata cara umrah

. Orang yang ingin melaksanakan ibadah umrah agar berihram dari miqat, apabila ia melewatinya. Barang siapa yang kurang dari miqat, ia berihram dari tempat ia memulai. Jika ia dari penduduk Makkah, ia keluar ke tanah halal seperti Tan'im untuk berihram darinya. Dianjurkan agar memasuki kota Makkah pada malam atau siang hari dari bagian atasnya (yaitu dari arah Utara, jalur Jeddah yang lama) dan keluar dari bagian bawahnya, jika memungkinkan hal itu baginya. Hendaknya ia menghentikan bacaan talbiyah jika telah memasuki batas tanah haram.
. Jika ia telah sampai di Masjidil Haram, hendaknya ia masuk dalam keadaan berwudhu lalu memulai tawaf di Ka'bah dari Hajar Aswad dan menjadikan Baitullah di sebelah kirinya.
Disunnahkan iththibaa' sebelum tawaf, yaitu dengan menjadikan pertengahan selendangnya di bawah pundak sebelah kanan dan dua ujungnya di atas pundaknya yang kiri di semua putaran.
Disunnahkan ramal, yaitu berjalan dengan kuat dan semangat dalam tiga putaran pertama dari Hajar Aswad ke Hajar Aswad, dan berjalan (biasa) dalam empat putaran terakhir. Iththibaa' dan ramal hanya disunnahkan bagi laki-laki saja, bukan perempuan, dan hanya dalam tawaf qudum.
. Apabila telah dekat dengan Hajar Aswad, hendaklah ia menghadapnya lalu mengusap dengan tangannya, dan mencium dengan mulutnya. Jika tidak mampu, ia meletakkan tangan kanannya pada hajar aswad dan mengecupnya. Maka jika ia tidak mampu, ia menyentuh hajar aswad dengan tongkat (yang melengkung atasnya) atau tongkat (yang biasa)dan semisalnya yang ada di tangannya dan mengecupnya. Jika ia tidak mampu, ia memberi isyarat dengan tangannya ke arah hajar aswad dan tidak mengecupnya, dan membaca (Allahu Akbar) satu kali apabila berhadapan dengan hajar aswad. Ia melakukan hal itu di setiap putaran. Kemudian berdo'a saat tawafnya dengan do'a-do'a yang disyari'atkan yang dikehendakinya dan berzikir kepada Allah SWT dan mengesakannya.
. Apabila melewati Rukun Yamani, ia mengusapnya dengan tangan yang kanan tanpa mengecup di setiap putaran dan tidak membaca takbir. Apabila susah untuk mengusapnya, ia meneruskan tawafnya tanpa takbir maupun isyrat. Ia membaca di antara rukun Yamani dan Hajar Aswad:
رَبَّنَا ءَاتِنَا فِيْ الدُّنْيَا حَسَنَة وَفِيْ الأخِرَةِ حَسَنَة وَ قِنَاعَذَابَ النَّار
"Ya Allah, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka." Ia tawaf tujuh putaran dari luar Ka'bah dan Hijir (Ismail). Bertakbir setiap kali sejajar dengan Hajar Aswad, mengusap dan mengecupnya di setiap putaran jika memungkinkan, dan tidak mengusap di antara dua rukun Syam. Ia boleh menempel di antara rukun dan pintu setelah tawaf qudum (kedatangan) atau tawaf wada' (mau pulang) atau selain keduanya, lalu ia meletakkan dadanya, wajahnya, dan dua hastanya di atasnya dan berdoa dan meminta kepada Allah SWT.
. Apabila selesai tawaf, ia menutup pundaknya yang kanan dan menuju maqam Ibrahim SAW serta membaca:
﴿ ...... وَٱتَّخِذُواْ مِن مَّقَامِ إِبۡرَٰهِ‍ۧمَ مُصَلّٗىۖ ............. ﴾ [البقرة: ١٢٥] 
Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat shalat.. (QS. Al-Baqarah:125)
. Kemudian ia shalat dua rakaat yang ringan di belakang maqam Ibrahim jika memungkinkan, jika tidak mungkin ia shalat di tempat manapun di Masjidil Haram. Disunnahkan membaca pada rakaat pertama: al-Fatihah dan surah al-Kafirun, dan pada rakaat kedua: al-Fatihah dan surah al-Ikhlas. Kemudian berpaling setelah salam. Berdoa setelah shalat dua rekaat ini tidak disyari'atkan, demikian pula do'a di sisi maqam Ibrahim tidak ada dasarnya.
. Kemudian apabila selesai shalat, ia pergi menuju air Zamzam, lalu minum darinya jika ia senang, ia adalah makanan yang mengenyangkan dan obat yang menyembuhkan, kemudian ia kembali ke Hajar Aswad dan mengusapnya jika memungkinkan.
. Kemudian ia keluar menuju Shafa dan disunnahkan membaca apabila sudah dekat darinya:
﴿ ۞إِنَّ ٱلصَّفَا وَٱلۡمَرۡوَةَ مِن شَعَآئِرِ ٱللَّهِۖ فَمَنۡ حَجَّ ٱلۡبَيۡتَ أَوِ ٱعۡتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡهِ أَن يَطَّوَّفَ بِهِمَاۚ وَمَن تَطَوَّعَ خَيۡرٗا فَإِنَّ ٱللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ ١٥٨ ﴾ [البقرة: ١٥٨] 
Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebagian dari syi'ar Allah. Maka barang siapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber'umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i di antara keduanya. Dan barang siapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah:158)
Dan membaca:
أَبْدَأُ بِمَا بَدَأَ اللهُ بِهِ
'Aku memulai dengan yang dimulai Allah SWT.'
Apabila ia menaiki Shafa dan melihat Baitullah, ia berdiri menghadap Kiblat, bertakbir tiga kali seraya mengangkat kedua tangannya untuk berzikir dan berdoa, mengesakan Allah SWT dan bertakbir, dan membaca: '
لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهَ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. لاَ اِلهَ اِلاَّ الله وَحْدَهُ, أَنْجَزَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ.
"Tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Allah SWT yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya, milik-Nya kerajaan, milik-Nya pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tidak Ilah (yang berhak disembah) selain Allah SWT Yang Maha Esa, melaksanakan janji-Nya, menolong hamba-Nya dan mengalahkan tentara Ahzab sendirian-Nya.' (Muttafaq 'alaihi)[18]
Kemudian ia berdoa, kemudian mengulangi zikir kedua kalinya, kemudian berdo'a, kemudian mengulangi zikir yang ketiga kalinya, menyaringkan zikir dan pelan dalam berdo'a.
. Kemudian turun dari Shafa menuju Marwah dengan khusyu' dan merendahkan diri, berjalan sampai sejajar tanda hijau. Apabila sudah sejajar dengannya, ia berlari kecil hingga tanda hijau yang kedua, kemudian berjalan sampai Marwah. Semuanya dilakukan dengan  bertahlil, bertakbir, dan berdo'a.
. Apabila sampai Marwah, ia menaikinya dan menghadap Kiblat, seraya mengangkat kedua tangannya, berhenti berzikir kepada Allah SWT dan berdo'a, dan membaca apa yang dibacanya di atas Shafa dan mengulanginya sebanyak tiga kali. Kemudian turun dari Marwah menuju Shafa. Berjalan di tempat berjalannya dan berlari kecil di tempat berlari kecil. Ia melakukan hal itu sebanyak tujuh kali. Perginya terhitung satu sa'i dan baliknya terhitung satu kali sa'i. Memulai dengan shafa dan menyudahi dengan Marwah. Disunnahkan untuk sa'i dalam keadaan suci dan berurutan.
. Apabila ia telah menyempurnakan sa'i, ia menggundul (mencukur habis rambutnya), dan inilah yang lebih utama, atau mencukur sebagian dari rambut kepalanya, meratakan semua kepadanya dengan cukuran. Perempuan mencukur rambutnya sekadar ujung jari. Dengan demikian, sempurnalah umrah dan halal (boleh) baginya segala sesuatu yang diharamkan saat berihram, seperti pakaian, minyak wangi, dan nikah serta semisalnya.
. Perempuan seperti laki-laki dalam tawaf dan sa'i, namun ia tidak disunnahkan ramal dalam tawaf, berlari kecil dan iththibaa'.
. Apabila seorang laki-laki bersetubuh dengan istrinya setelah ihram umrah, ia harus menyempurnakannya, kemudian mengqadhanya, karena ia telah merusaknya dengan jima'. Dan jika ia menjima'nya setelah tawaf dan sa'i, dan sebelum menggundul atau bercukur, maka umrahnya tidak rusak, dan ia harus membayar fidyah gangguan.
. Dianjurkan bagi yang melaksanakan haji tamattu' agar mencukur rambutnya dalam umrah dan menggundul (mencukur habis) dalam haji, apabila jarak di antara kedua ibadah itu berdekatan.
. Apabila didirikan shalat sedangkan dia sedang tawaf atau sa'i, maka ia masuk bersama jama'ah dan shalat. Apabila telah selesai shalat, ia menyempurnakan putaran dari tempat ia berhenti, dan ia tidak harus memulai dari awal putaran.
. Hukum mengecup Hajar Aswad:
          Mengecup Hajar Aswad, mengusap, isyarat kepadanya, dan bertakbir, semua itu hukumnya sunnah. Maka barang siapa yang susah melakukan sesuatu darinya, ia meninggalkannya dan berlalu.
. Sunnah mengecup Hajar Aswad dan mengusapnya bagi orang yang mudah melakukan hal itu saat tawaf dan di antara dan sa'i. Adapun berdesakan dan menyakiti orang-orang yang tawaf maka tidak disyari'atkan, dan meninggalkannya lebih baik, terutama bagi wanita, karena mengusap dan mengecup hukumnya sunnah, sedangkan menyakiti manusia hukumnya haram. Maka janganlah ia melakukan yang dianjurkan dan mengerjakan yang diharamkan pada saat yang bersamaan.
. Asal Hajar Aswad, bahwasanya ia diturunkan dari surga, lebih putih dari salju, lalu dihitamkan oleh kesalahan-kesalahan keturunan Adam (manusia). Kalau bukan karena tersentuh najisnya kaum jahiliyah, niscaya tidak ada yang mempunyai penyakit yang menyentuhnya kecuali sembuh (dari sakitnya). Allah SWT akan membangkitkannya di hari kiamat, bersaksi kepada orang yang beristilam kepadanya dengan benar. Menyentuh hajar aswad dan rukun Yamani menggugurkan segala kesalahan.

Keutamaan tawaf mengelilingi Ka'bah:
. Dianjurkan bagi setiap muslim memperbanyak tawaf di Baitullah.
Dari Ibnu Umar r.a, ia berkata, 'Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, '
مَنْ طَافَ بِاْلبَيْتِ وَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَ كَعِتْقِ رَقَبَةٍ
"Barang siapa yang tawaf di Baitullah dan shalat dua rakaat, ia (memperoleh pahala) seperti memerdekakan budak." HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Majah.[19]
. Disyari'atkan bagi orang yang umrah jika menetap di Makkah dan ingin keluar darinya, agar melakukan tawaf wada' (perpisahan), dan tawaf wada' itu tidak wajib atasnya.
. Tawaf di Baitullah dalam keadaan suci (berwudhu) lebih utama dan lebih sempurna, dan jika tawaf tanpa wudhu hukumnya tetap sah. Adapun suci dari hadats besar seperti junub dan haid, maka hukumnya wajib.

8. Tata Cara Haji
. Tata cara haji yang dijelaskan oleh Rasulullah SAW dan beliau SAW memerintahkan sahabatnya radhiyallahu 'anhum dengannya.
. Bagi yang berada di kota Makkah dan para penduduk Makkah disunnahkan mandi, membersihkan diri dan memakai minyak wangi. Kemudian berihram haji di hari Tarwiyah sebelum tergelincir matahari (sebelum zuhur), yaitu pada hari ke delapan Dzulhijjah. Ia berihram dari tempat tinggalnya dan membaca dalam ihramnya:
لبيك حجا      (labbaika hajja). Adapun yang melaksanakan haji qiran dan haji ifrad, ia tetap dalam ihramnya hingga melontar jumrah aqabah di hari raya (hari ke sepuluh Dzulhijjah).
. Kemudian, setiap orang yang ingin melaksanakan haji keluar membaca talbiyah menuju Mina sebelum gelincir matahari. Lalu ia shalat di sana bersama imam, jika memungkinkan, shalat Dzuhur, Ashar, Magrib, Isya, dan fajar (subuh) secara qashar tanpa jama'. Jika tidak memungkinkan, ia shalat di tempat berdiamnya secara qashar tanpa jama', dan bermalam di Mina pada malam itu.
. Kemudian apabila terbit matahari di hari ke sembilan, yaitu hari Arafah, ia berjalan dari Mina menuju Arafah sambil bertalbiyah dan bertakbir. Lalu ia turun (berhenti, istirahat) di Namirah hingga tergelincir matahari, yaitu tempat yang dekat dari Arafah dan bukan bagian dari Arafah.
. Perbatasan Arafah:
          Dari arah Timur, pegunungan yang memanjang di atas tanah lapang Arafah. Dari arah Barat, lembah 'Aranah. Dari arah Utara, pertemuan lembah Washiq dengan lembah 'Aranah. Dari arah Selatan, setelah Masjid Namirah sebelah Selatan sekitar satu kilometer setengah.
. Apabila tergelincir matahari, ia berangkat ke permulaan Arafah dari arah masjid Arafah. Dan di tempat itu (di lembah Aranah), imam menyampaikan khutbah kepada manusia (jamaah haji), sekarang tempat tersebut termasuk bagian dari masjid. Kemudian muadzdzin mengumandangkan azan untuk shalat zuhur, kemudian iqamah, kemudian bersama mereka imam melaksanakan shalat zuhur dan ashar secara jama' dan qashar, dua rakaat-dua rakaat. Mengumpulkan di antara keduanya dengan jama' taqdim dengan satu kali azan dan dua kali iqamah. Jika tidak bisa melaksanakan hal itu, ia shalat jamaah bersama temannya di tempatnya secara jama' qashar, seperti yang telah dijelaskan.
. Kemudian disunnahkan baginya setelah shalat, menghadap ke Arafah, berdiri di samping gunung yang dinamakan Jabal Arafah, ia menjadikannya di antaranya dan di antara qiblat, dan menghadap qiblat, menjadikan para pejalan kaki di hadapannya.
          Ia tetap berhenti di sisi bebatuan di bawah gunung, berzikir kepada Allah SWT, berdoa dan meminta ampun kepada-Nya, dengan khusyu' dan merendahkan diri, mengangkat kedua belah tangannya, berdo'a, membaca talbiyah dan bertahlil. Ia boleh wukuf bertunggangan di atas kendaraan, atau duduk di atas tanah, atau berdiri atau berjalan. Yang paling utama adalah yang paling membuatnya khusyu' dan lebih menghadirkan hatinya (kepada Allah SWT.
. Ia memperbanyak doa dengan apa yang terdapat dalam al-Qur`an dan as-Sunnah (Hadits) yang shahih dan dengan apa yang dikehendakinya. Ia memperbanyak istigfar, taubat, takbir, tahlil, memuji Allah SWT, mengucapan shalawat kepada Nabi SWT, menampakkan kefakiran kepada Allah SWT, tidak bosan-bosan berdoa, jangan merasa terkabulnya doa itu lambat, senantiasa zikir kepada Allah SWT dan berdoa kepada-Nya hingga tenggelam bulatan matahari.
. Jika ia tidak bisa wukuf di samping gunung di dekat bebatuan, ia wukuf di mana saja di Arafah yang mudah baginya, di tempatnya atau lainnya. Seluruh Padang Arafah adalah tempat wukuf kecuali lembah Aranah.
. Waktu wukuf di Arafah:
          Dimulai setelah tergelincirnya matahari pada hari 'Arafah hingga tenggelam matahari, dan terus berlangsung masa wukuf hingga terbit fajar di malam ke sepuluh (10). Barang siapa yang masuk sebelum tergelincir matahari atau masuk di malam Arafah, hukumnya boleh. Akan tetapi yang sunnah adalah masuk setelah tergelincir matahari. Dan barang siapa yang wukuf di malam hari, walau hanya sebentar, maka itu sudah cukup.
          Pengertian wukuf adalah: berdiam di atas kendaraan atau di daratan, bukan berdiri di atas kedua kaki. Barang siapa yang wukuf di Arafah pada siang hari, kemudian pergi sebelum tenggelam matahari, berarti ia telah meninggalkan salah satu perkara yang disunnahkan dan tidak ada dam atasnya, dan hajinya sah.
Dari 'Urwah bin Mudharris r.a, bahwasanya dia bertemu Nabi SAW di Muzdalifah saat keluar untuk shalaf fajar… Nabi SAW bersabda kepadanya:
مَنْ شَهِدَ صَلاتَنَاَ هذِهِ وَوَقَفَ مَعَنَا حَتَّى نَدْفَعَ  وَقَدْ وَقَفَ بِعَرَفَةَ قَبْلَ ذلِكَ لَيْلا ًأَوْ نَهَارًا فَقَدْ أَتَمَّ حَجَّهُ وَقَضَى تَفَثَهُ.
"Barang siapa yang menyaksikan shalat kami ini, dan wukuf bersama kami, hingga kami berangkat, dan ia telah wukuf di Arafah sebelumnya pada malam hari atau siang hari, sungguh ia telah menyempurnakan haji dan menyelesaikan ibadahnya. HR. Abu Daud dan at-Tirmidzi.[20]
. Apabila matahari telah tenggelam, ia berangkat dari Arafah menuju Muzdalifah sambil bertalbiyah dalam keadaan tenang. Jangan mempersempit manusia dengan dirinya atau kendaraannya. Apabila ia menemukan celah, ia bersegera. Apabila telah sampai di Muzdalifah, ia shalat Magrib tiga rakaat dan Isya dua rakaat, menjama' (menggabungkan) di antara keduanya dengan satu azan dan dua kali iqamah. Bersamalam di sana, shalat Tahajjud dan witir.
. Kemudian ia shalat fajar bersama sunnahnya dalam keadaan gelap setelah masuk waktunya. Apabila telah selesai shalat fajar, ia mendatangi Masy'aril Haram, sekarang menjadi masjid Muzdalifah, berhenti di sana sambil menghadap qiblat, berzikir kepada Allah SWT, memuji-Nya, bertahlil dan bertakbir kepada-Nya, membaca talbiyah, berdo'a sambil bertunggangan atau di atas bumi sampai terang, seperti firman Allah SWT:
﴿ ..... فَإِذَآ أَفَضۡتُم مِّنۡ عَرَفَٰتٖ فَٱذۡكُرُواْ ٱللَّهَ عِندَ ٱلۡمَشۡعَرِ ٱلۡحَرَامِۖ ...... ﴾ [البقرة: ١٩٨] 
Maka apabila kamu telah bertolak dari 'Arafat, berzikirlah kepada Allah di Masy'aril haram. …. (QS. Al-Baqarah:198)
. Jika tidak bisa pergi ke Masy'aril Haram, maka semua Muzdalifah adalah tempat berhenti, ia berdoa di tempatnya, sambil menghadap qiblat.
Boleh bagi orang-orang yang lemah dan mempunyai uzur, dari laki-laki dan perempuan, dan yang menyertai mereka untuk bertolak dari Muzdalifah ke Mina apabila bulan sudah tenggelam atau telah berlalu sebagian besar malam, kemudian mereka melontar Jumrah Aqabah apabila telah sampai Mina.
. Kemudian orang yang berhaji berangkat dengan tenang dari Muzdalifah menuju Mina sebelum terbit matahari. Apabila telah sampai Muhassir, yaitu lembah di antara Muzdalifah dan Mina (dan termasuk dari Mina), ia mempercepat kendaraan atau berjalan sekadar lemparan batu.
Ia memungut tujuh biji batu dari sisi jumrah, atau dari jalannya menuju tempat melontar jumrah. Jika ia mengambilnya dari Muzdalifah hukum boleh. Ia membaca talbiyah dan bertakbir di perjalannya, dan menghentikan talbiyah apabila sudah melontar jumrah Aqabah.
. Apabila ia telah sampai Jumratul Aqabah, ia adalah tempat melontar jumrah yang terakhir dari arah Mina, ia melontarnya dengan tujuh biji batu setelah terbit matahari, menjadikan Mina sebelah kanannya dan Makkah sebelah kirinya, mengangkat tangan kanannya dengan melempar, dan bertakbir bersama setiap lemparan.
          Yang sunnah pada batu kerikil yang dilempar adalah kecil, di antara himmish (nama tumbuhan, chickpea-ing) dan bunduq (buah kemiri), seperti batu ketapel. Tidak boleh melempar dengan batu besar. Tidak boleh melempar dengan selain batu, seperti sepatu dan sendal, permata, barang tambang dan semisalnya. Jangan menyakiti dan jangan mempersempit kaum muslimin saat melempar dan lainnya.
. Kemudian setelah melempar, yang melaksanakan haji tamattu' dan qiran menyembelih hadyu dan membaca saat menyembelih atau memotong:
بِسْمِ اللهِ  وَالله ُأَكْبَرُ,اَللّهُمَّ هذَا مِنْكَ وَلَكَ, اَللّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنِّي
'Dengan nama Allah, dan Allah Maha Besar, ya Allah, ini dari Engkau dan untuk Engkau, ya Allah, terimalah dariku.'
Disunnahkan memakan sebagian dari dagingnya, meminum dari kuahnya, memberi makan fakir miskin darinya, dan ia boleh membawa bekal darinya untuk di bawa ke negerinya.
. Kemudian setelah menyembelih hadyu, ia menggundul atau mencukur rambutnya, jika ia laki-laki dan menggundul lebih utama. Yang mencukur disunnahkan memulai bagian kanan yang dicukur. Dan perempuan memotong sebagian rambut kepalanya sekadar ujung jari saja.
Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, 'Rasulullah SAW bersabda:
اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُحَلِّقِيْنَ. قَالُوْا :يَا رَسُوْلَ اللهِ وَلِلْمُقَصِّرِيْنَ؟ قَالَ: اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُحَلِّقِيْنَ. قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ وَلِلْمُقَصِّرِيْنَ؟ اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُحَلِّقِيْنَ. قَالُوْا : يَا رَسُوْلَ اللهِ وَلِلْمُقَصِّرِيْنَ؟ قاَلَ: وَلِلْمُقَصِّرِيْنَ.
"Ya Allah, ampunilah orang-orang bergundul. Para shahabat bertanya, ya Rasulullah, dan orang-orang yang bercukur? Beliau bersabda: Ya Allah, ampunilah orang-orang bergundul. Mereka bertanya, ya Rasulullah, dan orang-orang yang bercukur? Beliau bersabda: Ya Allah, ampunilah orang-orang bergundul. Mereka bertanya, ya Rasulullah, dan orang-orang yang bercukur? Beliau bersabda, 'Dan ampunilah orang-orang yang bercukur.' Muttafaqun 'alaih.[21]
Apabila ia telah melakukan yang telah lalu, bolehlah untuknya semua larangan-larangan ihram kecuali berhubungan dengan istri. Maka boleh baginya mengenakan pakaian, minyak wangi, menutup kepala dan semisalnya. Jika ia telah melontar Jumratul Aqabah saja, semua larangan ihram menjadi halal baginya selain jima', sekalipun ia belum bercukur atau menyembelih hadyu, kecuali orang yang membawa/menggiring hadyu, maka tidak halal sampai ia selesai melontar dan menyembelih hadyu. Ini dinamakan tahallul awal.
. Disunnahkan bagi imam berkhotbah pada waktu Dhuha pada hari raya kurban(hari kesepuluh) di Mina, di samping pelontaran, mengajarkan kepada manusia tentang ibadah haji mereka. Kemudian orang yang berhaji memakai pakaiannya dan memakai miyak wangi, berangkat menuju Makkah di waktu Dhuha, lalu tawaf di Baitullah tawaf haji, dinamakan pula tawaf ifadhah atau ziarah, dan tidak melakukan ramal padanya.
          Kemudian ia melakukan sa'i di antara Shafa dan Marwah,  jika ia melaksanakan haji tamattu', inilah yang paling baik. Jika yang melaksanakan haji tamattu' mencukupkan dengan satu sa'i antara Shafa dan Marwah, maka tidak apa-apa. Dan jika ia melaksanakan haji ifrad atau qiran dan belum melaksanakan sa'i setelah tawaf qudum, ia harus tawaf dan sa'i seperti yang melaksanakan haji tamattu'. Dan jika ia telah melaksanakan sa'i setelah tawaf qudum, dan itu yang lebih utama, maka ia tidak perlu sa'i setelah tawaf ifadah. Kemudian telah halal untuknya segala sesuatu yang diharamkan kepadanya dalam ihram, termasuk berhubungan dengan istri. Ini dinamakan tahallul tsani (yang kedua).
. Permulaan waktu tawaf ziarah (ifadhah):
          Yaitu setelah berlalu sebagian besar malam ke sepuluh bagi orang yang wukuf di Arafah, dan disunnahkan pada hari kesepuluh. Dan ia boleh menundanya dan tidak boleh menundanya dari bulan Dzulhijjah kecuali karena uzur (ada halangan).
. Kemudian ia kembali ke Mina dan shalat Zuhur di sana. Ia menetap di sana (Mina) pada hari lebaran yang tersisa dan hari-hari tasyriq serta malam-malamnya. Maka ia menginap (bermalam) di Mina pada malam ke sebelas (11), ke dua belas (12), dan ke tiga belas (13) jika ia terlambat dan itu lebih utama. Jika ia tidak bisa menginap (secara penuh), ia boleh menginap sebagian besar malam dari malam-malam Mina, dari permulaan, atau pertengahan, atau akhirannya.
          Ia melaksanakan shalat lima waktu bersama jamaah di dalam waktunya secara qashar tanpa jama' di Masjid Khaif, jika memungkinkan. Dan jika tidak memungkinkan, ia melaksanakan shalat jamaah di tempat manapun di dalam Mina dan melontar jumrah yang tiga di hari-hari tasyriq setelah tergelincir matahari, mengambil batu kerikil setiap hari di tempat manapun di Mina.
. Sunnah pergi ke tempat melontar jumrah sambil berjalan kaki,  jika memungkinkan. Lalu melontar di hari ke sebelas setelah tergelincir matahari (jumrah ula), yaitu yang paling kecil yang berada dekat masjid Khaif dengan tujuh biji batu kerikil secara berurutan. Mengangkat tangan kanannya bersama setiap batu kerikil, seraya membaca : Allahu Akbar (Allah SWT Maha Besar), sambil menghadap qiblat, jika memungkinkan.
          Apabila telah selesai, ia maju sedikit ke sebelah kanannya, berdiri menghadap qiblat sambil mengangkat tangan serta berdo'a dengan panjang sekadar Surah al-Baqarah.
. Kemudian ia berjalan ke Jumratul Wusta, melontarnya dengan tujuh biji batu kerikil, seperti yang terdahulu, mengangkat tangannya yang kanan bersama setiap batu dan membaca takbir. Kemudian ia maju ke arah Utara, berdiri menghadap qiblat seraya mengangkat kedua tangannya, berdoa dengan panjang, lebih pendek dari doanya yang pertama.
. Kemudian ia berjalan ke arah Jumratul Aqabah dan melontarnya dengan tujuh biji batu kerikil, menjadikan Makkah sebelah kirinya dan Mina sebelah kanannya, dan tidak berdiri untuk berdoa di sampingnya. Dengan demikian, ia telah melontar dua puluh (21) batu kerikil. Yang berhalangan boleh tidak bermalam di Mina, boleh menggabungkan lontaran dua hari dalam satu hari, atau menunda melontar hingga hari tasyriq yang terakhir, atau melontar di malam hari.         
. Kemudian ia melakukan di hari ke dua belas (12) seperti yang telah dilakukannya di hari ke sebelas (11), melontar jumrah yang tiga setelah tergelincir matahari, seperti yang telah lalu.
. Maka jika ia menginginkan untuk lebih cepat dalam dua hari, ia harus keluar dari Mina di hari ke dua belas (12) sebelum tenggelam matahari. Dan jika ia menunda hingga hari ke tiga belas (13), ia melontar jumrah yang tiga setelah gelincir matahari, seperti yang telah lewat, dan itulah yang lebih utama, karena ia adalah perbuatan Rasulullah SAW. Dan perempuan sama seperti laki-laki dalam semua penjelasan yang telah lalu, dan dengan demikian orang yang melaksanakan ibadah haji telah selesai dari semua rangkaian ibadah haji.

. Nabi SAW melaksanakan ibadah haji sebanyak satu kali, yaitu haji wada' (haji perpisahan), beliau melaksanakan manasik ibadah haji, berdakwah kepada Allah SWT dan membebankan kepada umat tanggung jawab berdakwah kepada Allah SWT. Di Arafah, Agama (Islam) disempurnakan, dan di hari raya (10 Dzulhijjah) beliau membebankan kepada umat tanggung jawab agama, sebagaimana sabda Nabi SAW:
لِيُبَلِّغ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ
 'Hendaklah yang menyaksikan (yang hadir) menyampaikan kepada yang tidak hadir.' Muttafaqun 'alaih.[22]
. Disyari'atkan bagi setiap muslim, setiap selesai melaksanakan ibadah seperti shalat, puasa, dan haji agar berzikir kepada Allah SWT yang telah memberi taufik kepadanya untuk melaksanakan taat, memuji kepada-Nya atas kemudahan yang telah diberikan kepadanya untuk menunaikan kewajiban, dan meminta ampun kepada-Nya terhadap kekurangan, bukan seperti orang yang merasa bahwa ia telah menyempurnakan ibadah dan memberi nikmat dengan ibadah tersebut kepada Rabb-nya. Firman Allah SWT:
﴿ فَإِذَا قَضَيۡتُم مَّنَٰسِكَكُمۡ فَٱذۡكُرُواْ ٱللَّهَ كَذِكۡرِكُمۡ ءَابَآءَكُمۡ أَوۡ أَشَدَّ ذِكۡرٗاۗ ..... ﴾ [البقرة: ٢٠٠] 
Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berzikirlah (denga menyebut) Allah, sebagimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan) berzikirlah lebih banyak dari itu. (QS. Al-Baqarah :200)
. Kemudian setelah selesai melontar jumrah di hari ke tiga belas (13) setelah tergelincir matahari, ia keluar dari Mina. Termasuk perkara yang disunnahkan, menetap (tinggal, singgah) di Abthah jika memungkinkan, dan melaksanakan shalat Zuhur, Ashar, Maghrib dan 'Isya, dan menginap sebagian malam di sana.
. Kemudian ia turun menuju Makkah dan melaksanakan tawaf wada' jika ia bukan penduduk Makkah. Perempuan yang haid dan nifas tidak diwajibkan melaksanakan tawaf wada'. Maka apabila ia selesai tawaf wada', ia pulang ke negerinya, dan ia boleh membawa air zamzam sebatas kemampuannya, jika ia menghendaki.

9. Hukum-hukum haji dan umrah
. Yang paling utama bagi orang yang melaksanakan haji adalah melaksanakan secara berurutan segala amalan haji di hari raya, yaitu hari ke sepuluh Dzulhijjah, seperti yang berikut ini: melontar jumrah aqabah, kemudian menyembelih hadyu, kemudian mencukur atau bergundul, kemudian tawaf, kemudian sa'i, dan inilah yang sunnah. Jika ia mendahulukan sebagiannya atas yang lain, maka tidak ada dosa atasnya, seperti mencukur sebelum menyembelih, atau tawaf sebelum melontar jumrah (aqabah) dan semisal yang demikian itu.
Dari Abdullah bin 'Amar bin 'Ash r.a,
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَفَ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ بِمِنَى لِلنَّاسِ يَسْأَلُوْنَهُ. فَجَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ: لَمْ أَشْعُرْ فَحَلَقْتُ قَبْلَ أَنْ أَذْبَحَ؟ فَقَالَ: اذْبَحْ وَلاَ حَرَجَ. فَجَاءَهُ  آخَرُ فَقَالَ: لَمْ أَشْعُرْ فَنَحَرْتُ قَبْلَ أَنْ أَرْمِيَ؟ قَالَ: ارْمِ وَلاَ حَرَجَ. فَمَا سُئِلَ النَّبِيُّ صَلى الله عليه وسلم عَنْ شَيْئٍ قُدِّمَ وَلاَ أُخِّرَ اِلاَّ قَالَ: افْعَلْ وَلاَحَرَجَ.
Bahwasanya Rasulullah SAW berdiri di Mina pada saat haji wada', agar manusia bertanya kepadanya. Maka datang seorang laki-laki sertanya, 'Aku tidak merasa, maka aku mencukur sebelum menyembelih?' Beliau menjawab, 'Sembelihlah, dan tidak ada dosa.' Lalu datang yang lain seraya bertanya, 'Aku tidak merasa, maka aku menyembelih sebelum melontar?' Beliau menjawab, 'Lontarlah, dan tidak ada dosa.' Maka tidaklah Nabi SAW ditanya tentang sesuatu yang didahulukan dan tidak pula yang ditunda kecuali beliau menjawab, 'Lakukanlah, dan tidak ada dosa.' Muttafaqun 'alaih.[23]
. Bagi para petugas, orang yang sakit, yang mendapat uzur, atau berdesakan membahayakannya, ia boleh menunda kewajiban melontar di hari-hari tasyriq hingga hari ke tiga belas. Ia melontar secara berurutan untuk setiap hari. Maka ia melontar untuk hari ke sebelas (11) yang pertama, yang pertengahan (wushtha), kemudian aqabah. Kemudian hari ke dua belas (12) juga seperti itu. Kemudian hari ke tiga belas juga seperti itu. Jika ia menundanya dari hari ke tiga belas (13) tanpa uzur, maka ia berdosa. Dan jika ia menundanya karena uzur, maka ia tidak ada berdosa. Dan ia tidak perlu melontar lagi dalam dua keadaan ini, karena waktunya telah lewat dan amalannya sah.
. Bagi para petugas dan orang yang sibuk dengan kepentingan orang-orang yang melaksanakan haji secara umum, seperti petugas lalu lintas, petugas keamanan, pemadam kebakaran, para dokter dan semisal mereka, mereka boleh bermalam di malam-malam Mina di luar tanah Mina, apabila tuntutan keadaan mengharuskan seperti itu, dan tidak ada kewajiban fidyah kepada mereka.
. Perbatasan Mina:
Arah Timur dan Barat di antara Wadi Muhassir dan Jumratul Aqabah, dan sebelah Utara dan Selatan dua gunung yang tinggi.
. Perbatasan Muzdalifah:
          Dari arah Timur, Mafidh al-Ma`zamin sebelah Barat. Dari arah Barat, Wadi Muhassir. Dari arat Utara, gunung Tsubair. Dan dari Selatan, pegunungan Muraikhiyaat.
.  Melontar semua jumrah setelah hari raya adalah setelah tergelincir matahari. Barang siapa yang melontar sebelum tergelincir matahari, ia harus mengulanginya setelah tergelincir matahari. Jika ia tidak mengulangi dan matahari di hari ke tiga belas (13) telah terbenam, maka ia berdosa dan tidak perlu melontar, karena waktunya telah berlalu dan amalannya sah.
. Hari-hari tasyriq yang tiga dari sudut pandang melontar adalah seperti satu hari. Barang siapa yang melontar mengganti satu hari darinya di hari yang lain, niscaya cukuplah, dan ia tidak berdosa,  akan tetapi ia telah meninggalkan yang lebih utama.
. Sunnah bagi yang melaksanakan haji agar melaksanakan tawaf ziarah (ifadhah) di hari raya. Dan boleh baginya menundanya sampai hari-hari tasyriq, hingga akhir bulan Dzulhijjah, dan tidak boleh menundanya hingga di luar Bulan Dzulhijjah kecuali karena uzur, seperti orang yang sakit yang tidak mampu melaksanakan tawaf berjalan kaki atau ditandu, atau perempuan yang nifas sebelum tawaf dan semisal yang demikian itu.
. Apabila ia berangkat dari Arafah ke Muzdalifah dan tertahan karena uzur seperti berdesakan dan khawatir keluar waktu shalat Isya, maka ia melaksanakan shalat 'Isya di jalan. Dan barang siapa yang tertahan karena tidak mampu sampai di Muzdalifah, dan tidak bisa sampai kecuali setelah terbit fajar, atau setelah terbit matahari, ia berhenti di Muzdalifah sebentar, kemudian ia terus menuju Mina, ia tidak berdosa dan tidak ada kewajiban dam atasnya.
. Barang siapa yang melontar batu sekaligus, maka terhitung satu lontaran dan ia melengkapi enam lontaran yang tersisa. Yang dilontar adalah kumpulan batu, bukan tiang yang didirikan untuk menunjukkan telaga.
. Yang paling utama bagi yang berhaji adalah melontar semua jumrah di hari-hari tasyriq setelah gelincir matahari di siang hari. Jika ia khawatir karena berdesakan, ia melontarnya di sore hari, karena Nabi SAW menentukan waktu permulaan melontar dan tidak menentukan batas akhirnya.
          Dari Ibnu Abbas r.a, ia berkata,
سُئِلَ النَّبِيُّ r  فَقَالَ: رَمَيْتُ بَعْدَمَا أَمْسَيْتُ فَقَالَ: لاَ حَرَجَ. قَالَ حَلَقْتُ قَبْلَ أَنْ أَنْحَرَ قَالَ: لاَ حَرَجَ.
 'Nabi SAW ditanya, 'Aku melontar (jumrah) setelah sore hari.'Beliau SAW bersabda, 'Tidak apa-apa.' Ia bertanya, 'Aku mencukur sebelum menyembelih.' Beliau SAW menjawab, 'Tidak apa-apa.' Muttafaqun 'alaih.[24]
. Apabila perempuan haid atau nifas sebelum tawaf ziarah , maka ia tidak boleh tawaf hingga suci, dan ia tetap berada di Makkah hingga mandi, kemudian tawaf. Jika ia bersama jamaah yang tidak bisa menunggunya dan ia tidak mampu tinggal di Makkah, maka ia boleh berbalut dengan kain (softek atau semisalnya) dan tawaf, karena bersifat dharurat, dan Allah SAW tidak membebankan kepada suatu juwa kecuali dalam batas kemampuannya.
. Boleh digantikan dalam melontar bagi orang yang tidak mampu, yaitu orang-orang yang lemah dari laki-laki, perempuan dan anak-anak, maka ia melontar untuk dirinya, kemudian melontar untuk yang mewakilkan kepadanya di sisi setiap jumrah di tempatnya.
. Waktu menyembelih untuk hadyu yaitu dari hari raya hingga tenggelam matahari di hari ke tiga belas.
. Apabila perempuan berihram untuk umrah, kemudian ia haid sebelum tawaf, maka jika ia suci sebelum hari ke sembilan, maka ia menyempurnakan umrahnya, kemudian ia berihram untuk haji dan keluar menuju Arafah. Dan jika ia belum suci sebelum hari Arafah, ia memasukkan haji atas umrah dengan ucapannya:
اَللّهُمَّ اِنِّي أَحْرَمْتُ بِحَجٍّ مَعَ عُمْرَتِي
(Ya Allah, aku berihram dengan haji bersama umrahku).
Maka ia menjadi haji qiran dan wuquf bersama manusia. Apabila ia telah suci, ia mandi dan tawaf di Baitullah.
. Orang yang melaksanakan haji ifrad dan qiran, apabila ia telah tiba di kota Makkah, tawaf dan sa'i, disunnahkan baginya merubah ibadah hajinya kepada umrah agar menjadi haji tamattu'. Dan ia boleh merubah ibadah hajinya menjadi tamattu' sebelum tawaf. Yang melaksanakan haji ifrad tidak boleh merubah ibadahnya menjadi haji qiran, dan yang melaksanakan haji qiran tidak boleh merubah ibadahnya menjadi ifrad. Tetapi yang sunnah adalah yang melaksanakan haji ifrad atau qiran agar merubah ibadahnya kepada tamattu', jika tidak ada hadyu bersama orang yang melaksanakan haji qiran.
. Orang yang melaksanakan haji dan umrah diwajibkan menjaga lisannya dari berkata bohong, mengumpat, berdebat, dan dari akhlak yang buruk, dan hendaknya ia memilih untuk menemaninya sahabat yang shalih dan mengambil untuk haji dan umrahnya harta yang halal lagi baik.
. Memasuki Ka'bah tidak wajib dan tidak pula sunnah muakkadah, tetapi memasukinya adalah sesuatu yang baik. Dan barang siapa yang memasukinya dianjurkan baginya shalat di dalamnya, bertakbir kepada Allah SWT dan berdoa kepada-Nya. Apabila ia masuk melewati pintu, ia maju sehingga jarak di antaranya dan dinding berjarak tiga hasta dan pintu berada di belakangnya, kemudian ia shalat.
. Dalam haji ada enam tempat untuk berdoa:
          Di atas bukit Shafa dan di atas bukit Marwah, keduanya dalam sa'i, di Arafah, di Muzdalifah, setelah jumrah pertama, dan setelah jumrah kedua. Ini adalah enam tempat untuk berdoa, yang bersumber dari Nabi SAW.
. Bertolaknya jemaah haji ada tiga: Pertama: dari Arafah ke Muzdalifah di malam hari raya, kedua: dari Muzdalifah ke Mina, dan ketiga: dari Mina ke Makkah untuk melaksanakan tawaf ifadhah.
. Berhenti di Masya'ir: Mina adalah tempat tinggal orang-orang terdahulu. Barang siapa yang tidak bermalam di Mina dua atau tiga malam dari hari-hari tasyriq tanpa alasan apapun, maka ia berdosa dan amalannya tetap sah. Barang siapa yang tidak mendapatkan tempat di Mina, ia boleh berhenti di samping kemah terakhir dari Mina, dari arah manapun juga, sekalipun di luar tanah Mina. Tidak berdosa dan tidak wajib membayar dam. Janganlah ia bermalam di Mina di atas tumpukan batu atau di jalanan, hal itu akan membahayakan dirinya dan mengganggu orang lain.
. Mina, Muzdalifah, dan Arafah adalah masya'ir seperti masjid-masjid. Tidak boleh bagi seseorang membangun rumah dan menyewakannya, atau mematok tanahnya dan menyewakannya. Jika ada yang melakukannya, maka jamaah haji yang menyewanya tidak terkena dosa, akan tetapi dosa atas orang yang mengambil tanah tersebut. Dan pemimpin harus mengatur tempat menusia di masya'ir dengan sesuatu yang dipandangnya sesuai untuk merealisasikan kemashlahatan dan ketenangan.
Dari Abdurrahman bin Mu'adz, dari seorang laki-laki dari sahabat Nabi SAW, ia berkata: Rasulullah SAW memberikan khuthbah kepada manusia di Mina dan menempatkan mereka di tempat masing-masing. Beliau bersabda:
لِيَنْزِلِ المْهُاَجِرُوْنَ ههُنَا" وَأَشَارَ اِلَى مَيْمَنَةِ الْقِبْلَةِ "وَاْلأَنْصَارُ ههُنَا" وَأَشَارَ اِلَى مَيْسَرَةِ الْقِبْلَةِ" ثُمَّ لِيَنْزِلِ النَّاسُ حَوْلَهُمْ.
“Hendaklah kaum Muhajirin menetap di sini,' sambil Beliau menunjuk ke sebelah kanan kiblat, 'dan kaum Anshar menetap di di sini' dan beliau menunjuk ke sebelah kiri kiblat. Dan hendaklah manusia yang lain berada di sekitar mereka.” (HR. Abu Daud dan an-Nasa`i).[25]
. Apabila orang yang melaksanakan haji menunda tawaf ziarah (ifadhah), lalu ia tawaf saat mau keluar, niscaya cukuplah untuk tawaf wada', apabila ia berniat untuk ziarah, akan tetapi ia telah meninggalkan yang lebih utama.
. Barang siapa yang terkena kewajiban tawaf wada' sementara ia keluar sebelum tawaf wada', maka ia harus kembali dan melaksanakan tawaf wada'. Jika tidak, ia berdosa dan amalannya tetap sah.



SIFAT HAJI NABI SAW

Jabir bin Abdullah r.a berkata:"Sesungguhnya Rasulullah SAW tinggal (di Madinah) sembilan tahun belum pernah menunaikan haji. Kemudian diumumkan kepada manusia (para sahabat) pada tahun kesepuluh: Bahwa Rasulullah SAW akan menunaikan haji. Maka datanglah manusia ke Madinah secara berbondong-bondong, semuanya berusaha mengikuti Rasulullah SAW dan mengamalkan seperti amalan beliau.

Maka kami keluar bersama beliau, hingga kami sampai di Dzulhulaifah. Lahirlah anak Asma binti 'Umais, Muhammad bin Abi Bakr. Maka Asma mengutus seseorang kepada Rasulullah SAW (untuk bertanya): Apa yang harus saya perbuat? Beliau menjawab: "Mandi dan beristitsfar-lah dengan kain[26] dan berihramlah." Kemudian Rasulullah SAW shalat di Masjid. Lalu beliau mengendarai (onta) Al-Qashwa, hingga ketika ontanya telah berdiri tegak di  Al-Baida, saya melihat sejauh pandanganku yang berada dihadapanku ada yang naik kendaraan dan ada yang berjalan kaki, dan sebelah kanannya seperti itu pula, dan sebelah kirinya seperti itu pula, sedangkan
Rasulullah SAW berada di antara kami dan kepadanya turun Al-Qur'an. Beliau mengetahui takwilnya. Apa yang diamalkan oleh beliau, kami mengerjakannya pula. Beliau bertalbiyah dengan (mengucapkan kalimat) tauhid:

"Labbaikallahumma labbaik, labbaika laa syariika laka labbaik, innal hamda wanni'mata laka wal mulk. Laa syariika lak'
(Hamba datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah, hamba datang memenuhi panggilan-Mu, hamba datang memenuhi panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu, saya datang memenuhi panggilan-Mu, sesungguhnya pujian dan kenikmatan serta kerajaan semuanya milik-Mu, tiada sekutu bagi-Mu).

Dan orang-orang bertalbiyah dengan talbiyah beliau dan Rasulullah SAW tidak melarang mereka. Dan Rasulullah SAW tetap dengan talbiyahnya.Jabir r.a berkata: kami tidak berniat kecuali berhaji, kami tidak mengetahui umrah.Hingga ketika kami sampai ke Baitullah bersama beliau. Beliau mengusap rukun. Lalu beliau berlari-lari kecil tiga dalam tiga kali/putaran dan berjalan biasa empat putaran.Kemudian beliau menuju Maqam Ibrahim a.s lalu membaca:
﴿ .... وَٱتَّخِذُواْ مِن مَّقَامِ إِبۡرَٰهِ‍ۧمَ مُصَلّٗىۖ ...... ﴾ [البقرة: ١٢٥] 
(Q.S al-Baqarah/125). Beliau menempatkan diri antara maqam dan Ka'bah. Ayahku berkata –dan aku tidak mengetahui melainkan datangnya dari nabi SAW- : beliau SAW membaca dalam dua raka'at tersebut Surat Al-ikhlas dan Surat Al-Kafirun.Kemudian beliau kembali ke rukun/Hajar Aswad) lalu beliau mengusapnya. Kemudian beliau keluar dari sebuah pintu menuju Shafa. Ketika mendekati Shafa, beliau membaca:
﴿ ۞إِنَّ ٱلصَّفَا وَٱلۡمَرۡوَةَ مِن شَعَآئِرِ ٱللَّهِۖ ......... ﴾ [البقرة: ١٥٨] 
"Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebagian dari syi'ar Allah" (Q.S al-Baqarah/158).
أَبْدَأُ بِمَا بَدَأَ اللهُ بهِ
Maka beliau memulai dari Shafa lalu beliau naik ke Shafa hingga melihat Ka'bah. Lalu beliau menghadap kiblat kemudian mentauhidkan Allah dan bertakbir serta mengucapkan:
لا  إله  إلاّ الله وحده  لا شريك له له الملك  وله الحمد وهو على كلّ شيئ قدير, لا  إله  إلاّ الله وحده   أنجز وعده, ونصر عبده, وهزم الأحزاب وحده
"Tiada Ilah yang berhak diibadahi selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan dan kemuliaan. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, Tiada Ilah yang berhak diibadahi selain Allah. Dia Menunaikan janji-Nya, menolong hamba-Nya dan menghancurkan musuh-musuh-Nya sendiri".
Kemudian beliau berdoa diantaranya. Beliau mengucapkan lafadz seperti ini tiga kali.Lalu beliau turun menuju Marwah, hingga ketika kedua kaki beliau tegak di perut lembah, beliau sa'i (berlari kecil), hingga apabila keduanya menaiki, beliau berjalan kaki sampai ke Marwah. Maka beliau mengerjakan di Marwah sebagaimana dikerjakan di Shafa. Higga ketika di akhir thawaf beliau di Marwah, beliau bersabda: "Seandainya aku mengetahui apa yang akan terjadi, niscaya aku tidak akan membawa hewan kurban dan aku jadikan haji ini umrah. Barangsiapa yang tidak membawa hewan kurban, maka bertahallul-lah dan jadikanlah umrah. Maka berdirilah Suraqah bin Malik bin Ju'syum dan bertanya: Wahai rasulullah SAW untuk tahun ini ataukah untuk  selamanya? Maka rasulullah SAW mengumpulkan jari-jarinya yang satu dengan yang lain dan bersabda: "Umrah masuk ke dalam haji dua kali, tidak, bahkan selama-lamanya. Ali datang dari Yaman dengan mengendarai onta nabi SAW. Dan ia mendapati Fatimah r.a diantara yang bertahallul, memakai pakaian yang berwarna dan memakai celak, maka Ali mengingkari perbuatannya. Fatimah lalu berkata: "Sesungguhnya ayahku memerintahkan saya melakukan ini". Ia berkata: Pada saat itu, Ali berkata sewaktu di Iraq: "Sayapun pergi menemui Rasulullah SAW agar Fatimah mendapat teguran atas perbuatannya menyebutkan fatwa dari Rasulullah SAW sebagaimana yang dia sebutkan. Lalu saya menyampaikan kepada beliau bahwa saya mengingkari perbuatannya. Maka beliau bersabda: Ia benar, ia benar(aku yang memerintahkannya berbuat demikian), apa yang engkau katakan ketika haji diwajibkan?" Ali menjawab:"Saya katakan: Ya Allah, sesungguhnya saya berihram sebagaimana rasul-Mu berihram. Beliau bersabda:"Sesungguhnya saya membawa hewan kurban, maka janganlah engkau bertahallul". Jabir berkata: "Pada  saat itu terkumpul banyak hewan kurban yang di bawa oleh Ali dari Yaman dan yang di bawa oleh Nabi SAW sebanyak seratus ekor. Ia berkata: "Maka seluruh manusia bertahallul, lalu mereka bercukur, kecuali Nabi SAW dan orang-orang yang membawa hewan kurban. Tatkala tiba Hari Tarwiyah, mereka berangkat menuju Mina, mereka berihram untuk Haji. Dan Rasulullah SAW mengendarai kendaraan dan shalat di Mina Dzuhur, Ashar, Maghrib, Isya dan Subuh.Kemudian beliau beristirahat sejenak hingga terbit matahari. Beliau memerintahkan didirikan kemah (untuk beliau) yang terbuat dari bulu, yang didirikan di Namirah. Maska Rasulullah SAW berjalan, sedangkan kaum Quraisy tidak meragukan bahwa beliau hanya akan berhenti di Masy'aril Haram sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Quraisy pada masa jahiliyah, namun Rasulullah SAW melewatinya hingga tiba di Arafah. Maka, beliau mendapati kemah telah didirikan untuknya di Namirah. Beliaupun singgah di Namirah.Ketika matahari mulai naik,beliau memerintahkan disiapkan ontanya, Al-Qashwa, lalu beliau berangkat mengendarai onta tersebut, kemudian beliau menuju perut lembah.

          Lalu beliau berkhutbah kepada manusia dan bersabda: "Sesungguhnya darah dan harta kalian haram atas kalian seperti haramnya hari ini bagi kalian, bulan ini, di negeri ini, ketauhilah segala perkara jahiliyah berada di bawah kedua telapak kakiku dibatalkan, dan darah jahiliyah dibatalkan. Dan sesungguhya yang pertama aku hapus dari darah kami adalah darah Ibnu Rabi'ah bin Al-Harits (Ibnu Abdil Muthalib), dahulu ia menyusu pada Bani Sa'ad kemudian ia dibunuh oleh Hudzail. Riba jahiliyah dihapus, dan riba yang pertama dibatalkan adalah riba kami, riba Abbas bin Abdul Muthalib, sesungguhnya riba itu dihapus.

          Maka bertakwalah kepada Allah dalam memperlakukan istri-istri kalian, sebab kalian mengambil mereka dengan jaminan keamanan. Kalian menghalalkan kemaluan mereka dengan kalimat Allah. Hak kalian atas mereka adalah tidak mengizinkan seorangpun yang kalian benci memasuki tempat tidur kalian. Jika mereka melakukan demikian itu, maka pukullah dengan pukulan yang tidak membahayakan, sedangkan hak mereka atas kalian adalah memberi nafkah dan pakaian untuk mereka dengan jalan yang baik. Dan sungguh, aku telah meninggalkan untuk kalian, yang mana kalian tidak akan tersesat apabila kalian berpegang teguh dengannya, yaitu Kitabullah, dan kalian akan di tanya tentang aku, maka apa yang akan kalian katakan?" Mereka menjawab:"Kami bersaksi, sesunggunya engkau telah menyampaikan, menunaikan dan menyampaikan nasehat". Lalu beliau mengisyaratkan jari telunjuknya ke langit lalu diarahkan kepada manusia, "Ya Allah saksikanlah, Ya Allah saksikanlah" sebanyak tiga kali. Kemudian adzan dikumandangkan, lalu iqamah dikumandangkan, lalu beliau Shalat Dzuhur. Kemudian iqamah kembali dikumandangkan, lalu beliau Shalat Ashar.Dan beliau tidak shalat diantara keduanya.

          Kemudian Rasulullah SAW mengendarai (ontanya) hingga tiba di tempat wukuf, lalu menjadikan perut ontanya, Al-Qashwa, mengarah ke batu-batu yang besar, menjadikan Hablul Masyat dihadapan beliau, lalu beliau menghadap kiblat. Beliau wukuf sampai matahari terbenam, warna kuning berkurang dan bulatan matahari lenyap.Beliau membonceng Usamah (bin Zaid) di belakangnya.

          Rasulullah SAW bertolak dengan mengekang tali onta Al-Qashwa, hingga kepala onta mengenai tempat pijakan kaki, lalu beliau mengisyaratkan dengan tangan kanannya:"Wahai manusia, beranjaklah dengan tenang, beranjaklah dengan tenang". Setiap kali beliau melewati bukit pasir, beliau mengendorkan tali kekang onta, hingga onta itu bisa mendaki.

          Ketika tiba di Muzdalifah, beliau shalat Maghrib dan Isya dengan satu kali adzan dan dua iqamat. Beliau tidak melaksanakan shalat sunnat diantara keduanya. Kemudian Rasulullah SAW berbaring hingga terbit fajar. Lalu beliau shalat Subuh ketika beliau telah melihat fajar, dengan adzan dan iqamat. Kemudian beliau mengendarai onta, Al-Qashwa, hingga tiba di Masy'aril Haram. Beliau menghadap kiblat, lalu berdoa, bertakbir, bertahlil dan mengesakan Allah. Beliau wukuf hingga langit nampak jelas warna kuning.

          Kemudian beliau bertolak sebelum terbitnya matahari. Beliau memboncengi Al-Fadhl bin Abbas. Ia adalah seorang pria yang memiliki rambut indah, berkulit putih, dan tampan. Tatkala Rasulullah SAW mulai bertolak, lewat dihadapannya beberapa wanita sambil berlari, maka Al-Fadhl menoleh kepada mereka, lalu Rasulullah SAW meletakkan tangan beliau ke wajah Al-Fadhl, lalu menolehkannya ke arah yang lain, maka Rasulullah SAW memalingkan wajah Al-Fadhl ke arah lain dengan tangan beliau, lalu memalingkan pandangannya ke arah yang lain.Hingga beliau tiba di lembah Muhassir, lalu bergerak perlahan-lahan. Kemudian beliau melalui jalan tengah yang mengeluarkan menuju ke Jumrah yang besar hingga beliau tiba di Jumrah yang berada di sekitar pohon. Beliaupun melemparinya dengan tujuh buah kerikil. Setiap melempar satu kerikil, beliau bertakbir. Kerikil tersebut seperti batu al-khadzaf (kira-kira sebesar biji kacang). Beliau melempar dari arah lembah.

          Kemudian beliau menuju tempat penyembelihan dan menyembelih enam puluh tiga ekor (onta) dengan tangan beliau.Lalu beliau mepersilahkan Ali. Iapun menyembelih yang tersisa.Selanjutnya beliau memerintahkan mengambil sepotong daging dari setiap ekor onta, kemudian dimasukkan ke panci lalu di masak. Setelah itu, beliau dan Ali memakan dagingnya, serta meminum kuahnya.

          Kemudian Rasulullah SAW mengendarai tungganganya, lalu melakukan thawaf di Ka'bah.Kemudian beliau Shalat Dzuhur di Mekkah. Lalu beliau mendatangi Bani Abdul Muthalib (dan mereka) menuangkan air zam-zam, maka beliau bersabda: "Tuangkanlah wahai Bani Abdul Muthalib. Seandainya bukan karena khawatir orang-orang akan saling berebutan dengan kalian untuk menimba air, tentulah aku akan ikut menimba air bersama kalian." Lalu mereka menyodorkan setimba air kepada beliau, lalu beliaupun meminum darinya.  (H.R Muslim)[27]

. Yang dibaca apabila kembali dari haji atau umrah atau selain  keduanya:
Abdullah bin Umar r.a berkata, 'Rasulullah SAW apabila kembali dari peperangan, sariyah, haji, atau umrah, apabila mendatangi jalan perbukitan atau fadfad, Beliau bertakbir tiga kali, kemudian membaca:
لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. آيِبُوْنَ تَائِبُوْنَ عَابِدُوْنَ سَاجِدُوْنَ لِرَبِّنَا حَامِدُوْنَ. صَدَقَ اللهُ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ.
“Tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Allah SWT, tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya kerajaan dan segala pujian dan Dia SWT Maha Kuasa atas segala sesuatu. Kembali, bertaubat, beribadah, sujud, memuji hanya kepada Rabb kami. Allah SWT membenarkan janji-Nya, menolong hamba-Nya, dan mengalahkan tentara musuh sendirian.” (Muttafaqun 'alaih).[28]
. Rukun-rukun Haji:
          Ihram, wukuf di Arafah, Tawaf Ziarah (Ifadhah), dan Sa'i.
. Wajib-wajib Haji:
          Berihram dari miqat, menginap pada malam-malam hari tasyriq di Mina bagi selain para petugas yang mengurus minuman, penjaga/pemelihara keamanan, dan semisal mereka; bermalam di Muzdalifah pada malam hari raya atau sebagian besar malam bagi orang-orang yang lemah dan semisal mereka, melontar semua jumrah, menggunting rambut atau bercukur, tawaf wada' bagi selain penduduk Makkah saat keluar darinya.
. Barangsiapa yang meninggalkan ihram, maka tidak sempurna ibadahnya kecuali dengannya. Barangsiapa yang meninggalkan salah satu rukun haji atau umrah, maka tidak sempurna ibadahnya kecuali dengannya.Barang siapa yang meninggalkan salah satu kewajiban haji dengan sengaja, padahal ia mengetahui hukumnya, maka ia berdosa. Akan tetapi ia tidak terkena dam, dan ibadahnya tetap sah. Barang siapa yang meninggalkan sunnah, maka tidak ada kewajiban apa-apa atasnya, dan yang sunnah adalah selain rukun dan wajib dari ibadah haji, umrah atau selain keduanya, baik berupa ucapan maupun perbuatan.
. Hukum-hukum Ketinggalan dan Terhalang:
          Barang siapa yang ketinggalan wukuf di Arafah, luputlah hajinya dan ia bertahallul dengan umrah, dan ia wajib mengqadha`nya sesudahnya (pada tahun berikutnya), jika itu adalah haji fardhu dan ia menyembelih dam, dan jika ia mensyaratkan, ia tahallul dan tidak ada kewajiban apa-apa atasnya.
          Barang siapa yang dihalangi musuh untuk memasuki Baitullah, ia menyembelih hadyu, kemudian memotong rambut atau bercukur, kemudian tahallul. Dan jika ia terhalang memasuki Arafah, ia bertahallul dengan umrah.
          Jika ia terhalang karena sakit atau kehabisan dana/biaya, jika mensyaratkan, ia tahallul dan tidak ada kewajiban apa-apa atasnya. Jika ia tidak mensyaratkan dalam ihramnya, ia menyembelih hadyu sebatas kemampuannya, kemudian memeotong rambut atau bercukur, kemudian tahallul. Barang siapa yang patah (kaki atau semisalnya), sakit, atau pincang, ia tahallul dan ia harus berhaji tahun berikutnya jika itu adalah haji fardhu.

10. Ziarah ke Masjid Nabawi

. Keistimewaan masjid-masjid yang tiga:
Masjid-masjid yang tiga adalah: Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjidil Aqsha.
1.  Masjidil Haram dibangun oleh Nabi Ibrahim SAW dan putranya Nabi Ismail as. Ia adalah kiblat kaum muslimin dan kepadanya haji mereka. Ia adalah permulaan bait (rumah) yang diletakkan (di muka bumi) untuk manusia. Allah SWT menjadikannya penuh berkah dan petunjuk untuk semesta alam.
Masjid Nabawi dibangun oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya, ia dibangun di atas dasar taqwa.
Masjidil Aqsha dibangun oleh Nabi Ya'qub as, ia adalah kiblat  pertama kaum muslimin.
2. Dilipat gandakan pahala shalat di ketiga masjid ini. Karena berbagai keistimewaannya maka tidak boleh dilaksanakan perjalanan jauh (untuk tujuan ibadah) kecuali menuju ketiga masjid ini.
- Diharamkan melakukan perjalanan jauh (untuk tujuan ibadah) untuk ziarah kubur secara mutlak, baik itu qubur nabi ataupun lainnya.

. Hukum Ziarah ke Masjid Nabawi:
          Disunnahkan bagi muslim ziarah ke Masjid Nabawi, dan apabila ia memasukinya, hendaklah ia shalat tahiyatul masjid dua rakaat di dalamnya.
Kemudian pergi ke kubur Nabi SAW, berdiri di hadapannya dan memberi salam kepada beliau seraya membaca:
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكاَتُهُ.
“Semoga kesejahteraan, rahmat Allah dan berkah-Nya tercurah kepadamu, wahai Nabi.”
Kemudian hendaklah ia membaca doa yang warid (yang dianjurkan dibaca) ketika ziarah kubur. Kemudian ia melangkah satu langkah ke sebelah kanannya dan memberi salam kepada Abu Bakar r.a seperti itu. Kemudian melangkah satu langkah ke sebelah kanannya lagi dan memberi salam kepada Umar r.a seperti itu pula.
Dari Abu Hurairah r.a, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda,
مَامِنْ أَحَدٍ يُسَلِّمُ عَلَيَّ اِلاَّ رَدَّ اللهُ عَلَيَّ رُوْحِي حَتَّى أَرُدَّ عَلَيْهِ السَّلاَمَ. أخرجه أحمد
 “Tidak ada seorang hamba yang memberi salam kepadaku, melainkan Allah akan mengembalikan ruhku sehingga aku menjawab salam kepadanya.” (HR. Ahmad dan Abu Daud).[29]
. Keutamaan Shalat di Masjid Nabawi:
          Shalat di Masjid Nabawi di Madinah mengimbangi pahala seribu kali shalat di masjid lainnya selain Masjid Haram.
1.     Dari Ibnu Umar r.a, dari Nabi SAW. Beliau bersabda:
صَلاَةٌ فِي مَسْجِدِيْ هذَا أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيْمَا سِوَاهُ  اِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامِ.
“Shalat di masjidku ini lebih utama dari seribu shalat di masjid lainnya kecuali Masjidil Haram. (Muttafaqun 'alaih).[30]
2.     Dari Abu Hurairah r.a, bahwasanya Nabi SAW bersabda:
مَا بَيْنَ بَيْتِي وَمِنْبَرِيْ رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ, وَمِنْبَرِيْ عَلَى حَوْضِيْ. متفق عليه
'Di antara rumahku dan mimbarku adalah taman dari taman-taman surga, dan mimbarku di telagaku. (Muttafaqun 'alaih).[31]
3.     Disunnahkan ziarah ke Baqi', para syuhada Uhud, memberi salam kepada mereka, berdoa dan memohon ampunan untuk mereka, dan membaca saat ziarah kubur:
اَلسَّلاَمُ عَلَى أَهْلِ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ, وَ  يَرْحَمُ اللهُ الْمُسْتَقْدِمِيْنَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِيْنَ, وَاِنَّا اِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ  لَلاَحِقُوْنَ.
“Kesejahteraan semoga tercurah kepada penghuni negeri (alam barzakh), dari kaum mukminin dan muslimin, semoga Allah memberi rahmat kepada yang terdahulu dan yang kemudian dari kita, dan sesungguhnya insya Allah, kami akan menyusul kalian.(HR. Muslim).[32]
2. Atau ia membaca:
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ  أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ, وَاِنَّا اِنْ شَاءَ اللهُ للاَحِقُوْنَ, أَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ
'Kesejahteraan semoga tercurah kepadamu wahai penghuni negeri (alam barzakh), dari kaum mukminin dan muslimin, dan sesungguhnya insya Allah, kami akan menyusul. Aku memohon 'afiyah untuk kami dan kalian.(HR. Muslim).[33]
. Keutamaan Shalat di Masjid Quba:
          Disunnahkan bagi muslim agar berwudhu di rumahnya dan pergi menuju Masjid Quba, berkendaraan atau berjalan kaki, shalat di dalamnya dua rakaat, sesungguhnya hal itu sama dengan umrah.
          Sahl bin Hanif r.a berkata, 'Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ أَتَى مَسْجِدَ قُبَاءَ فَصَلَّى فِيْهِ صَلاَةً كَانَ لَهُ َكأَجْرِ عُمْرَةٍ.
“Barang siapa yang berwudhu` di rumahnya, kemudian ia datang ke Masjid Quba`, lalu shalat di dalamnya, niscaya baginya seperti pahala umrah.” (HR. an-Nasa`i dan Ibnu Majah).[34]
. Ziarah ke Masjid Nabawi di Madinah bukan termasuk manasik haji atau umrah. Sempurna haji dan umrah tanpa ziarah ke Masjid Nabawi. Sesungguhnya disunnahkan ziarah ke masjidnya SAW untuk shalat di dalamnya pada waktu kapanpun.

11- Hadyu, Kurban, dan Aqiqah

. Hadyu: adalah binatang ternak yang disembelih untuk mendekatkan diri pada Allah, dan sembelihan yang diwajibkan bagi yang haji tamattu', qiran atau karena terhalang.
. Kurban: adalah hewan yang disembelih di hari raya Idul Adha, berupa unta, sapi, atau kambing dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala.    
. Hukum berkurban: adalah sunnah muakkad bagi kaum muslimin yang mampu melaksanakannya.Allah berfirman:
﴿ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنۡحَرۡ ٢ ﴾ [الكوثر: ٢] 
'Maka shalatlah pada Rabbmu dan berkurbanlah' (Q.S Al-Kautsar/2)
. Waktu menyembelih hewan kurban: yaitu setelah shalat Idul Adha di hari raya kurban hingga hari terakhir dari hari tasyriq (hari raya, dan tiga hari berikutnya).
. Disunnahkan memakan hewan kurban, menghadiahkan sebagian darinya dan bersedekah kepada orang-orang fakir. Berkurban mempunyai  keutamaan besar, karena mengandung pendekatan diri kepada Allah SWT, memperluas (belanja) kepada keluarga, memberi manfaat kepada orang-orang fakir, dan menyambung tali silaturrahim serta hubungan antar tetangga.
. Syarat-syarat hadyu, kurban dan aqiqah:
          Tidak cukup dalam hadyu, berkurban, dan aqiqah kecuali unta yang sudah berusia lima tahun atau lebih, sapi yang berusia dua tahun atau lebih, kambing kibas yang berusia enam bulan atau lebih, dan kambing kacang yang berusia satu tahun atau lebih. Apabila telah diniatkan untuk berkurban, tidak boleh menjualnya dan tidak boleh pula memberikannya kecuali menggantinya dengan yang lebih baik darinya.
. Korban, aqiqah, dan hadyu harus berasal dari binatang ternak, telah cukup usianya secara syara', dan tidak ada cacat. Yang paling utama adalah yang paling gemuk, paling mahal, dan paling berharga menurut pemiliknya.
. Seekor kambing untuk satu orang, seekor unta untuk tujuh orang, dan seekor sapi untuk tujuh orang. Dan boleh berkurban dengan seekor kambing, atau unta, atau sapi untuk dirinya dan semua anggota keluarganya yang masih hidup dan yang sudah meninggal. Dan disunnahkan bagi orang yang menunaikan haji yang mampu untuk memperbanyak hadyu. Adapun kurban, maka sunnahnya adalah mencukupkan seekor untuk keluarga.
. Disunnahkan berkurban untuk orang yang masih hidup, dan boleh untuk orang yang sudah meninggal dunia sebagai pengikut, bukan tersendiri, kecuali orang yang berwasiat dengan hal itu.
. Yang diharamkan kepada orang yang ingin berkurban:
          Bagi orang ingin berkurban, diharamkan mengambil sesuatu dari rambut, kulit, atau kukunya dalam sepuluh (10) hari pertama dari Bulan Dzulhijjah. Jika ia melakukan sesuatu dari hal itu, ia harus meminta ampun kepada Allah SWT dan tidak ada kewajiban fidyah atasnya.
          Dari Ummu Salamah r.a, bahwa Nabi SAW bersabda:
اِذَا دَخَلَتِ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلاَ يَمَسَّ مِنْ شَعْرِهِ  وَبَشَرِهِ شَيْئًا.
“Apabila telah masuk sepuluh (hari pertama Bulan Dzulhijjah), dan seseorang darimu ingin berkurban, maka janganlah ia memotong sedikitpun dari rambut maupun kulitnya.” (HR. Muslim).[35]
. Barang siapa yang berkurban untuk dirinya dan anggota keluarganya, disunnahkan agar dia membaca:
بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ. اَللّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنِّي. اَللّهُمَّ هذَا عَنِّي  وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِي
“Dengan nama Allah, dan Allah Maha Besar. Ya Allah, terimalah dariku. Ya Allah, (kurban) ini dariku dan semua anggota keluargaku.”


. Tata cara nahr (menyembelih):
Disunnahkan nahr (menyembelih sebelah atas dada) unta dalam keadaan berdiri, terikat kaki depan yang kiri. Adapun selain unta seperti sapi dan kambing, disembelih dengan cara biasa, dan boleh pula sebaliknya.
Nahr untuk unta adalah di bagian bawah leher dari arah dada. Dan menyembelih untuk sapi dan kambing di bagian atas leher di sisi kepala, membaringkannya di atas lambungnya yang kiri, meletakkan kakinya yang kanan di atas lehernya, kemudian memegang kepalanya dan menyembelih, dan  saat menyembelih membaca:
ِبسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ
“Dengan nama Allah, dan Allah Maha Besar.”
          Anas bin Malik r.a berkata:
ضَحَّى النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ. ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ وَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ  عَلَى صِفَاحِهِمَا
'Nabi SAW berkorban dua ekor kibas yang bagus lagi bertanduk. Beliau menyembelih sendiri keduanya. Beliau membaca basmalah dan takbir, dan meletakkan kakinya di atas daging lehernya. (Muttafaqun 'alaih).[36]
. Disunnahkan untuk menyembelih sendiri hadyu atau kurban. Jika ia tidak bisa menyembelih, hendaklah ia menyaksikan (saat penyembelihannya), dan janganlah ia memberikan tukang sembelih dari binatang sembelihan sebagai upahnya. Dan ia (yang menyembelih) menyebutkan untuk siapa hewan kurban itu saat menyembelih. Dan halal hewan sembelihan dengan memutuskan hulqum, tenggorokan, dan dua urat leher atau salah satu dari keduanya, serta mengalirkan darah.
. Hewan kurban yang tidak memenuhi syarat:
          Dari Al-Barra` bin 'Azib r.a, sesungguhnya ia mendengar Rasulullah SAW bersabda:
أَرْبَعٌ لاَ بَجْزِيْنَ فِي اْلأَضَاحِي :اَلْعَوْرَاءُ اْلبَيِّنُ عَوْرُهَا وَالْمَرِيْضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا, وَالْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ ظَلْعُهَا, وَالْكَسِيْرَةُ الَّتِي لاَتُنْقِي.
“Ada empat macam yang tidak memenuhi syarat dalam berkorban: yang buta yang nyata kebutaannya, yang sakit yang nyata sakitnya, yang pincang yang nyata pincangnya, dan yang patah yang tidak bersih.” (HR. Abu Daud dan An-Nasa`i).[37]
. Apabila seorang menyembelih hadyu atau korban dan semisal keduanya dari sembelihan ibadah dan ia tidak mengetahui sakitnya kecuali setelah menyembelih, maka sesungguhnya ia tidak memadai, karena tujuan darinya tidak terpenuhi.
. Hewan yang terpotong pantat, atau sebagiannya, terpotong punuknya, buta, dan terpotong semua kakinya tidak memenuhi syarat dalam hadyu dan kurban serta semisal keduanya dari sembelihan-sembelihan ibadah.
Aqiqah: adalah hewan yang disembelih untuk bayi yang dilahirkan, hukumnya sunnah muakkadah.
Hukum aqiqah:
          Disunnahkan untuk anak laki-laki dua ekor kambing dan untuk anak perempuan seekor kambing. Disembelih di hari ke tujuh untuk bayi, diberi nama, dicukur rambutnya, dan bersedekah perak seberat rambutnya. Jika terlewat, maka disembelih di hari ke empat belas (14) dari kelahiran,  jika terlewat lagi, maka pada hari ke dua puluh satu (21). Jika terlewat lagi, maka di waktu kapanpun boleh. Dan disunnahkan ditahnik (dicicipi makanan yang sudah dikunyah) dengan korma dan semisalnya.
. Perempuan setengah laki-laki dalam lima perkara: dalam warisan, diyat, persaksian, aqiqah, dan memerdekakan.
. Aqiqah adalah sebagai rasa syukur kepada Allah SWT karena mendapat nikmat yang baru dan sebagai tebusan untuk yang dilahirkan serta mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dan lantaran anak laki-laki adalah nikmat dan karunia yang paling besar dari Allah SWT, maka bersyukur karenanya lebih banyak, maka aqiqahnya dengan dua ekor kambing dan seekor untuk bayi perempuan.
. Pemberian nama kepada bayi:
          Disunnahkan memilih nama untuk bayi yang terbaik dan yang paling disukai di sisi Allah SWT, seperti: Abdullah dan Abdurrahman. Kemudian pemberian nama dengan ta'bid (penghambaan) dengan memakai salah satu dari asma`ul husna, seperti Abdul Aziz dan Abdul Malik dan semisal keduanya. Kemudian pemberian nama dengan nama-nama para nabi dan rasul. Kemudian nama orang-orang shalih. Kemudian sesuatu yang merupakan sifat yang jujur untuk manusia seperti Yazid, Hasan dan semisal keduanya.
. Yang paling utama pada hadyu dan kurban adalah unta, kemudian sapi, kemudian kambing, kemudian sepertujuh unta atau sapi. Adapun aqiqah, maka tidak cukup seekor unta, atau sapi, atau kambing kecuali untuk satu orang. Dan kambing lebih utama dari pada unta, karena kambing itulah yang disebutkan dalam sunnah (Hadits), dan yang jantan lebih utama.
. Aqiqah sama seperti kurban dalam hukum dalam masalah umur dan sifat, kecuali bahwasa aqiqah tidak cukup padanya bersama-sama dalam darah (maksudnya, tidak boleh bersama-sama satu ekor hewan), maka tidak sah aqiqah kecuali untuk satu orang, baik itu kambing, sapi, atau unta.

. Rintangan amal shalih:
          Apabila seseorang melakukan amal shalih, seperti shalat, puasa, sedekah, dan semisalnya, ada tiga macam rintangan atau penyakit yang menghinggapinya, yaitu melihat kepada amal, meminta ganti atasnya, senang dan tenang kepadanya.
1. Yang dapat melepaskannya dari melihat amalnya adalah dengan memperhatikan karunia Allah SWT padanya dan taufik-Nya, dan bahwa ia berasal dari Allah, bukan berasal dari hamba.
2. Yang bisa membebaskannya dari meminta ganti atasnya adalah kesadarannya bahwa ia hanyalah seorang hamba yang dimiliki tuannya (Allah SWT) yang tidak berhak mendapat upah atas pengabdiannya. Jika tuannya memberinya sedikit upah dan balasan, maka ia merupakan anugrah dan kenikmatan dari tuannya, bukan ganti dari amal.
3. Yang melepaskannya dari rasa senangnya terhadap amalnya adalah memperhatikan aib dan kekurangan dalam amalnya, dan sesuatu yang ada padanya berupa bagian nafsu dan setan, dan ilmunya terhadap keagungan hak Allah SWT. Dan sesungguhnya hamba sangat lemah untuk melaksanakan menurut cara yang paling sempurna. Kita memohon keikhlasan kepada Allah SWT, pertolongan dan istiqamah.

. Memelihara amal:
          Persoalannya tidak hanya terletak dalam melakukan amal shalih semata, namun persoalannya terfokus pada menjaga amal shalih dari apa-apa yang merusak dan menggugurkannya. Riya, sekalipun sangat kecil, merusak amal, dan ia terdiri dari pintu-pintu yang sangat banyak yang tidak terhingga. Dan kondisi amal yang tidak terkait dengan mengikuti sunnah juga menggugurkan pahala amal shalih. Menyebut-nyebut dengannya kepada Allah SWT dengan hatinya juga merusaknya. Menyakiti makhluk membatalkan amal, sengaja menyalahi perintah-perintah Allah SWT dan meremehkannya juga membatalkannya, dan semisal yang demikian itu.





[1] HR. al-Bukhari no. 1519, ini adalah lafazhnya, dan Muslim no. 83.
[2] HR. al-Bukhari no. 1521, ini adalah lafazhnya, dan Muslim no. 1350.
[3]  HR. al-Bukhari no. 1773, dan Muslim no. 1349
[4]  HR. al-Bukhari no. 1862, dan Muslim no. 1341
[5]  Hasan/ HR. Ahmad no . 3669, lihat as-Silsilah ash-Shahihah no. 1200, dan at-Tirmidzi no. 810, ini adalah lafazhnya, Shahih Sunan at-Tirmidzi no. 650
[6]  HR. Muslim no. 1336
[7]  HR. al-Bukhari  no. 462, ini adalah lafazhnya, dan Muslim no. 1764.
[8]  HR. al-Bukhari no. 1526, ini adalah lafazhnya, dan Muslim no. 1181
[9]  HR. al-Bukhari no. 1843 dan Muslim no. 1178.
[10]  HR. al-Bukhari no. 1549 dan Muslim no. 1184.
[11]  Shahih/ HR. an-Nasa`i no. 2752, ini adalah lafazhnya, Shahih Sunan an-Nasa`i no.2579, dan Ibnu Majah no. 2920, Shahih Sunan Ibnu Majah no. 2362.
[12]  Shahih/at-Tirmidzi bi. 828, ini adalah lafazhnya, Shahih Sunan at-Tirmidzi no. 662, dan Ibnu Majah no. 2921, Shahih Sunan Ibnu Majah no. 2363
[13]  HR. al-Bukhari no. 1542, ini adalah lafazhnya, dan Muslim no 1177.
[14]  HR. al-Bukhari no. 1829 dan Muslim no. 1198, ini adalah lafazhnya.
[15]  HR. al-Bukhari no. 1267, ini adalah lafazhnya, dan Muslim no. 1206
[16]  HR. Muslim no. 713
[17]  Shahih / HR. Abu Daud no. 466, Shahih Sunan Abu Daud no. 441.
[18]  HR. al-Bukhari no 4114 dan Muslim no. 1218
[19]  Shahih/ HR. at-Tirmidzi no. 959, lihat as-Silsilah ash-Shahihah no. 2725, dan Ibnu Majah no. 2956, ini adalah lafazhnya, Shaih Ibnu Majah no. 2393.
[20]  Shahih/ HR. Abu Daud no 1950, Shahih Sunan Abu Daud no. 1718, dan at-Tirmidzi no. 891, ini adalah lafazhnya, Shahih Sunan at-Tirmidzi no. 707.
[21]  Muttafaqun 'alaih. HR.al-Bukhari no. 1728 dan Muslim no. 1302, ini adalah lafazhnya.
[22]  HR. al-Bukhari no. 67, ini adalah lafazhnya, dan Muslim no. 1679
[23]  HR. al-Bukhari no. 83, ini adalah lafazhnya, dan Muslim no. 1306.
[24]  HR. al-Bukhari no. 1723, ini adalah lafazhnya, dan Muslim no. 1306.
[25]  Shahih/ HR. Abu Daud No 1951, ini adalah lafazhnya, Shahih Sunan Abu Daud No. 1719, dan An-Nasa`i no.2996, Shahih Sunan An-Nasa`i No.2802
[26]  Maksudnya membalut kemaluan dengan sehelai kain yang lebar sesudah dilapisi dengan kain katun, lalu kedua tepinya dikencangkan pada sesuatu yang menutup bagian tengahnya, dengan begitu akan menghalangi keluarnya darah. (Lihat: An-Nihayah/Ibnul Atsir)
[27]  H.R Muslim nomer: 1218
[28] HR. Bukhari No. 1797 dan Muslim No. 1344, ini adalah lafazhnya.
[29]  Hasan. HR. Ahmad No 10827,  Abu Daud No. 2041, Shahih Sunan Abu Daud No. 1795.
[30]  HR. Bukhari No. 1190, dan Muslim No. 1395.
[31]  HR. Bukhari No. 1196. dan Muslim No. 1391
[32]  HR. Muslim No. 974.
[33]  HR. Muslim No. 975.
[34]  Shahih/ HR. An-Nasa`i  No. 699, Shahih Sunan An-Nasa`i No. 675, dan Ibnu Majah No. 1412, ini adalah lafazhnya,  Shahih Sunan Ibnu Majah No. 1160.
[35]  HR. Muslim No. 1977
[36]  HR. Bukhari No. 5565 dan Muslim No. 1966
[37]  Shahih/ HR. Abu Daud No. 2802, Shahih Sunan Abu Daud No.2431, dan An-Nasa`i No. 4370, ini adalah lafazhnya, Shahih Sunan An-Nasa`i No. 4074.

Tidak ada komentar