Mengadu Domba



Mengadu Domba

Ketujuh: Kalau ghibah dalam Islam disebut sebagai suatu dosa, maka ada suatu perbuatan yang lebih berat lagi, yaitu mengadu domba (namimah). Yaitu memindahkan omongan seseorang kepada orang yang dibicarakan itu dengan suatu tujuan untuk menimbulkan permusuhan antara sesama manusia, mengotori kejernihan pergaulan dan atau menambah keruhnya pergaulan.
Al-Quran menurunkan ayat yang mencela perbuatan hina ini sejak permulaan perioda Makkah. Firman Allah:
"Dan jangan kamu tunduk kepada orang yang suka sumpah yang hina, yang suka mencela orang, yang berjalan ke sana ke mari dengan mengadu domba." (al-Qalam: 10-11)
Dan sabda Rasulullah s.a.w.:
"Tidak masuk sorga orang-orang yang suka mengadu domba." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Qattat, kadang-kadang disebut juga nammam, yaitu seorang berkumpul bersama orang banyak yang sedang membicarakan suatu pembicaraan, kemudian dia menghasut mereka.
Dan qattat itu sendiri, yaitu seseorang yang memperdengarkan sesuatu kepada orang banyak padahal mereka tidak mengetahuinya, kemudian dia menghasut mereka itu.
Rasulullah s.a.w. pernah bersabda:
"Sejelek-jelek hamba Allah yaitu orang-orang berjalan ke sana ke mari dengan mengadu domba, yang memecah-belah antara kekasih, yang suka mencari-cari cacat orang-orang yang baik." (Riwayat Ahmad)
Islam, dalam rangka memadamkan pertengkaran dan mendamaikan pertentangan, membolehkan kepada juru pendamai itu untuk merahasiakan omongan tidak baik yang dia ketahui dari omongan seseorang tentang diri orang lain. Dan boleh juga dia menambah omongan baik yang tidak didengarnya. Seperti yang dikatakan Nabi dalam hadisnya:
"Tidak termasuk dusta orang yang mendamaikan antara dua orang, kemudian dia berkata baik atau menambah suatu omongan baik."
Islam sangat membenci orang-orang yang suka mendengarkan omongan jelek, kemudian cepat-cepat memindahkan omongan itu dengan menambah-nambah untuk memperdaya atau karena senang adanya kehancuran dan kerusakan.
Manusia semacam ini tidak mau membatasi diri sampai kepada apa yang didengar itu saja, sebab keinginan untuk menghancurkan itulah yang mendorongnya menambah omongan yang mereka dengar. Dan jika mereka tidak mendengar, mereka berdusta.
Kata seorang penyair:
Kalau mereka mendengar kebaikan, disembunyikan
Dan kalau mendengarkan kejelekan, disiarkan
tetapi jika tidak mendengar apa-apa, ia berdusta.
Ada seorang laki-laki masuk ke tempat Umar bin Abdul Aziz, kemudian membicarakan tentang hal seseorang yang tidak disukainya. Maka berkatalah Umar kepada si laki-laki tersebut; kalau boleh kami akan menyelidiki permasalahanmu itu. Tetapi jika kamu berdusta, maka kamu tergolong orang yang disebutkan dalam ayat ini:
"Jika datang kepadamu seorang fasik dengan membawa suatu berita, maka selidikilah." (al-Hujurat: 6)
Dan jika kamu benar, maka kamu tergolong orang yang disebutkan dalam ayat:
"Orang yang suka mencela, yang berjalan ke sana ke mari dengan mengadu domba." (al-Qalam: 11)
Tetapi kalau kamu suka, saya akan memberi pengampunan. Maka jawab orang laki-laki tersebut: pengampunan saja ya amirul mu'minin, saya berjanji tidak akan mengulangi lagi.
32.Lihat Ihya' bab "Afatul lisan" syarah Nawawi dan "Ra'furraibah" oleh Syaukani.

Tidak ada komentar