IZZAH



IZZAH


Izzah berarti kemuliaan, kekuatan yang dikenal sekarang “gengsi”. Memang “gengsi” akan dimiliki bagi mereka yang mempunyai kekuatan, keperkasaan, kemuliaan dan semua itu bersumber pada Allah Rabbul ‘Alamiin. Hanya Allah pemilik sebenarnya Izzah karena Allah itu Rabbul Izzati dan Allah menamakan dirinya ‘Al-Aziz’. Izzah kemudian diberikan pada makhluk-Nya sesuai pendekatan pada Rabbnya, semakin dekat dengan Allah, atau semakin ter-Sibhgah dengan nilai-Nya (Al Islam) maka makhluk tersebut semakin memiliki Izzah. Makhluk yang paling dekat dengan Allah adalah para Rasul kemudian Mu’minin.
Firman Allah :

“Izzah itu milik Allah, RasulNya dan Mu’minin”. (63 : 8)

Kebanyakan manusia tidak mengetahui cara mencari Izzah dan berbagai macam cara dikerjakan untuk mendapatkannya. Ada yang mencari lewat titel kesarjanaannya, ada yang mencari kedudukannya dan ada juga yang mencari melalui harta kekayaan. Hal inipun terjadi pada sebagian umat Islam. Mereka silau terhadap gemerlapnya dunia dan seisinya kemudian mereka berlomba-lomba mencarinya. Sebagian muslim kagum dengan kebudayaan barat dan mengikuti apa yang yang datang dari barat, sebagian yang lain kagum dengan kebudayaan timur kemudian mengambil apa saja yang datang dari timur. Sungguh kebanyakan muslim sudah menjadikan materi sebagai standar.
Penyakit ini hampir menjangkit pada sebagian besar umat Islam di dunia. Sebab utama dari semua itu, karena mereka lupa Allah maka akibatnya menjadi lupa diri dan lupa misi, kemudian akhirnya mereka tidak memiliki Izzah.
Firman Allah :

“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa pada Allah lalu Allah menjadikan mereka lupa pada diri sendiri. Mereka itulah orang-orang fasiq”. (59 : 19)

Bagi orang-orang yang lupa akan Allah dan lupa diri, Allah sebut orang fasiq dan bagi orang-orang yang tahu mencari Izzah Allah sebut munafiq.
Firman Allah :

“Tetapi orang munafiq itu tidak tahu”. (63 : 8)

Sejarah telah membuktikan bahwa Izzah akan dimiliki kalau adanya pendekatan dengan Allah dan menerima nilai yang datang dari Allah kemudian memperjuangkan nilai itu.
Umar r.a. berkata :

“Kami adalah kaum yang dimuliakan Allah dengan Islam dan kapan saja mencari izzah (kemuliaan) pada selain Islam maka Allah merendahkannya.”

Rasulullah SAW dan para sahabatnya jadi mulia dan berkuasa di bumi Allah karena Izzah dengan Islam. Kemampuan sains dan teknologi mereka ketinggalan dengan muslim sekarang atau dengan bangsa-bangsa lain pada masanya seperti Romawi dan Persia dengan sekutunya, tetapi kelebihan mereka hanya dengan Islam dan mereka tidak pernah merasa kecil terhadap bangsa-bangsa lain bahkan mereka mempunyai sifat  : A’izzatun ‘alal kaafirin.
Tetapi kalau kita melihat kenyataan muslin sekarang, keadaannya berbalik seratus delapan puluh derajat, mereka tidak memiliki kebanggaan sedikitpun dengan Islam nahkan mereka campakkan Islam dan sebagai gantinya mereka ambil apa yang datang dari barat dan
timur, maka akibatnya mereka seperti buih yang terombang-ambing di tengah lautan dan tidak memiliki izzah.
Untuk menyembuhkan penyakit kronis ini diperlukan  pengobatan yang tepat dan cepat, dan satu-satunya obat yang bisa menyembuhkan adalah Al Qur’an karena ia merupakan Syifa’ bagi manusia umumnya dan muslim khususnya. Dengan kembali pada Al Qur’an maka akan diketahui beberapa hal sebagai pengobatan bagi manusia.

Izzah sebagai manusia

            Allah menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling mulia diantara makhluk yang paling mulia diantara makhluk yang lain bahkan malaikat  sekalipun (17 : 70). Malaikat disuruh hormat pada manusia karena kehebatan Ilmu yang ada padanya (2: 31). Dilihat dari bentuk penciptaannya manusia diciptakan Allah dalam bentuk yang paling sempurna dan baik (95 : 4).
            Kemudian sebagai kemuliaan berikutnya, Allah menundukkan apa yang ada di langit dan di bumi untuk kepentingan manusia dan menyempurnakan nikmatnya  lahir dan bathin (31 : 20). Seterusnya manusia manusia diangkat jadi khalifah (wakil Allah) di muka bumi (2 : 30).
            Dengan kehebatan manusia itulah, maka Allah memberi amanat padanya dimana makhluk lain tidak sanggup memikulnya (33 : 72). Disinilah kelebihan manusia, kelebihan manusia tidak dilihat dari warna kulitnya. Kulit putih tidak lebih mulia dari kulit hitam. Bilal bin Rabbah lebih mulia dari Abu Sofyan walaupun keduanya sahabat Rasul.
            Suatu hari seorang sahabat berkata pada Umar Amirul Mu’minin untuk bertemu : “Ada Abu Sofyan dan Bilal mau bertemu dengan Amirul Mu’minin”. Mendengar nama Abu Sofyan disebut lebih dahulu dari Bilal, Umar r.a. marah dan berkata : “Katakanlah di pintu ada Bilal dan Abu Sofyan”.
            Begitu juga kelebihan manusia tidak dilihat dari bangsa dan keturunan. Bangsa Yahudi tidak lebih mulia dari bangsa Arab, Bangsa Amerika tidak lebih pandai dari bangsa Afrika dst.
            Sabda Rasulullah pada waktu hari wada’ :

            “Wahai manusia sesungguhnya Rabbmu satu dan bapakmu satu semuanya dari Adam, dan Adam itu dari tanah dan sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa diantara kamu, tiada keutamaan antara bangsa Arab dengan bangsa non Arab kecuali dengan Taqwa”.

Izzah sebagai pribadi Muslim

            Sebagai muslim lebih mulia dari non muslim, baik kafir, fasik maupun munafik. Muslim Arab lebih mulia dari kafir Yahudi begitu juga muslim Afghanistan lebih mulia dari kafir Arab. Seorang muslim lebih mulia karena nilai yang datang langsung dari Allah, dia punya ikatan (urwah) atau hubungan (habl) atau aqidah yang erat dengan Rabbnya. Semua aktifitasnya berhubungan erta dengan Allah Rabbul ‘Alamiin. Sedangkan orang kafir terputus hubungannya dengan Allah, semua aktifitas hidupnya terlepas dari nilai Allah. Dia mempunyai sikap hidup yang sekunder (pemutusan diri dengan aktifitas kehidupan) diseluruh lapangan kehidupan.
            Firman Allah :

            “Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli kitab dan musyrikin (akan masuk) keneraka jahanam, mereka kekal didalamnya. Mereka itu seburuk-buruknya makhluk. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh mereka adalah sebaik-baiknya makhluk”. (98 : 6 – 7)

Tidak ada komentar