HUKUM FOTOGRAFI



HUKUM FOTOGRAFI

Pertanyaan:

Saya mempunyai kamera untuk memotret ketika saya  berekreasi atau pada acara-acara tertentu lainnya, apakah yang demikian itu berdosa atau haram?

Di kamar saya juga ada foto beberapa tokoh, selain itu  saya mempunyai   beberapa   surat  kabar  yang  di  dalamnya  ada foto-foto  wanita,  apakah  yang  demikian  itu   terlarang? Bagaimana hukumnya menurut syariat Islam?

Jawaban:

Mengenai  foto  dengan kamera, maka seorang mufti Mesir pada masa lalu,  yaitu  Al  'Allamah  Syekh  Muhammad  Bakhit  Al Muthi'i  -  termasuk  salah seorang pembesar ulama dan mufti pada zamannya - didalam risalahnya yang berjudul "Al Jawabul Kaafi  fi Ibahaatit Tashwiiril Futughrafi" berpendapat bahwa fotografi itu hukumnya mubah. Beliau berpendapat bahwa  pada hakikatnya   fotografi   tidak  termasuk  kedalam  aktivitas mencipta  sebagaimana  disinyalir  hadits   dengan   kalimat "yakhluqu  kakhalqi"  (menciptakan  seperti  ciptaanKu ...), tetapi  foto  itu  hanya  menahan  bayangan.  Lebih   tepat, fotografi  ini diistilahkan dengan "pemantulan," sebagaimana yang diistilahkan  oleh  putra-putra  Teluk  yang  menamakan fotografer  (tukang  foto)  dengan sebutan al 'akkas (tukang memantulkan), karena ia memantulkan bayangan seperti cermin. Aktivitas ini hanyalah menahan bayangan atau memantulkannya, tidak  seperti  yang  dilakukan  oleh  pemahat  patung  atau pelukis.  Karena  itu,  fotografi  ini  tidak diharamkan, ia terhukum mubah.

Fatwa Syekh Muhammad Bakhit ini disetujui oleh banyak ulama,dan  pendapat ini pulalah yang saya pilih dalam buku saya Al Halal wal Haram.

Fotografi ini tidak terlarang dengan syarat objeknya  adalah halal.   Dengan   demikian,   tidak  boleh  memotret  wanita telanjang atau hampir telanjang, atau  memotret  pemandangan yang  dilarang syara'. Tetapi jika memotret objek-objek yang tidak terlarang, seperti teman atau  anak-anak,  pemandangan alam, ketika resepsi, atau lainnya, maka hal itu dibolehkan.

Kemudian  ada  pula  kondisi-kondisi tertentu yang tergolong darurat sehingga  memperbolehkan  fotografi  meski  terhadap orang-orang  yang diagungkan sekalipun, seperti untuk urusan kepegawaian, paspor, atau foto identitas. Adapun  mengoleksi foto-foto  para  artis  dan  sejenisnya,  maka hal itu tidak layak bagi seorang muslim yang memiliki  perhatian  terhadap agamanya.

Apa  manfaatnya  seorang  muslim mengoleksi foto-foto artis? Tidaklah  akan  mengoleksi  foto-foto  seperti  ini  kecuali orang-orang  tertentu  yang  kurang pekerjaan, yang hidupnya hanya disibukkan dengan foto-foto dan gambar-gambar.

Adapun jika  mengoleksi  majalah  yang  didalamnya  terdapat foto-foto atau gambar-gambar wanita telanjang, hal ini patut disesalkan. Lebih-lebih  pada  zaman  sekarang  ini,  ketika gambar-gambar  dan  foto-foto  wanita dipajang sebagai model iklan, mereka dijadikan perangkap untuk  memburu  pelanggan. Model-model  iklan  seperti  ini  biasanya  dipotret  dengan penampilan yang seronok.

Majalah dan surat kabar juga menggunakan cara  seperti  itu, mereka  sengaja  memasang  foto-foto  wanita pemfitnah untuk menarik  minat  pembeli.  Anehnya,  mereka  enggan  memasang gambar pemuda atau orang tua.

Bagaimanapun   juga,   apabila  saudara  penanya  mengoleksi majalah tertentu karena berita  atau  pengetahuan  yang  ada didalamnya  - tidak bermaksud mengumpulkan gambar atau foto, bahkan menganggap hal itu  sebagai  sesuatu  yang  tidak  ia perlukan  - maka tidak apalah melakukannya. Namun yang lebih utama ialah membebaskan diri  dari  gambar-gambar  telanjang yang  menyimpang  dari  tata  krama  dan kesopanan. Kalau ia tidak  dapat  menghindarinya,  maka  hendaklah  disimpan  di tempat  yang  tidak  mudah  dijangkau dan dilihat orang, dan hendaklah ia hanya membaca isinya.

Sedangkan menggantungkan atau memasang foto-foto  itu  tidak diperbolehkan,    karena    hal    itu   dimaksudkan   untuk mengagungkan. Dan  yang  demikian  itu  bertentangan  dengan syara',  karena  pengagungan hanyalah ditujukan kepada Allah Rabbul 'Alamin.

 

Tidak ada komentar