POSISI MAKMUM DALAM SHALAT BERJAMA’AH

 POSISI MAKMUM DALAM SHALAT BERJAMA’AH
Dalam kitab Syarh Al-Muhadzab, Imam An-Nawawi mengharamkan seorang makmum untuk mendahului imamnya. Sedangkan sebagian jumhur ulama menganggap bahwa makmum tersebut telah melakukan dosa, sekalipun shalatnya sah. Sedangkan Ibnu Umar, salah satu pengikut pendapat Imam Ahmad dan ahli dzahir menganggap bahwa shalat makmum tersebut batal, karena larangan itu sendiri telah menunjukkan bahwa shalat tersebut tidak sah.

Dan dalam kitab Al-Mughni, Imam Ahmad mengatakan bahwa berdasarkan pada hadits di atas, maka shalat makmum yang mendahului imamnya tidak sah.

# Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Bahwasanya dijadikan imam adalah untuk di ikuti, karena itu apabila imam telah bertakbir, maka bertakbirlah kamu dan apabila imam telah mengangkat kepalanya maka angkatlah kepalamu, dan apabila imam shalat dengan duduk, maka shalatlah kamu dengan duduk pula.” (HR. Bukhari dan Muslim)

# Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Aku adalah imammu, karena itu janganlah kamu mendahului aku dengan ruku’, dengan sujud, dengan berdiri, dengan berpaling (salam), karena sebenarnya aku melihat kamu dari mukaku dan dari belakangku. Kemudian Nabi berkata: Demi Tuhan yang jiwaku di tanganNya, sekiranya kamu melihat apa yang aku lihat, tentulah kamu akan tertawa sedikit dan menangis banyak.” (HR. Muslim, shahih).

# Dari Anas bin Malik, ia berkata: Suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat bersama kami. Ketika beliau selesai melaksanakan shalat, beliau memalingkan wajahnya ke arah kami, kemudian beliau bersabda,
Wahai manusia, aku adalah pemimpin kalian, maka kalian jangan mendahuluiku baik dalam ruku’, sujud, berdiri, ataupun meninggalkan tempat shalat. Karena sesungguhnya aku melihat kalian di depanku dan di belakangku.” (HR. Muslim)

# Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Orang yang mengangkat kepalanya (dalam shalat) sebelum imam, maka Allah akan mengubah kepalanya menjadi kepala keledai.” (HR. Bukhari, At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ibnu Majah)

# Pada riwayat lain dikatakan,
Maka Allah akan mengubah kepalanya menjadi kepala anjing.” (HR. Muslim)

# Dari Abdullah bin Yazid, Al-Barra berbicara kepadaku,
… Apabila kami yakin beliau telah bersujud, barulah kami bersujud setelahnya.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi dan An-Nasa’i)

Imam Al-Jauzi memberikan penjelasan bahwa, seorang makmum tidak diperbolehkan untuk ruku’ sampai imamnya melakukan ruku’ secara sempurna. Kemudian ia melanjutkan, “Akan tetapi jangan sampai tertinggal oleh imam. Tegasnya, setelah imam ruku’, seorang makmum harus cepat mengikutinya sebelum imam tersebut mengangkat kepalanya.”

Seorang makmum, selain tidak diperbolehkan untuk mendahului imam dalam ruku’, sujud dan gerakan lain dalam shalat, ia juga tidak diperbolehkan ketinggalan dalam mengikuti gerakan imamnya.

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin berkata, “Seorang makmum dalam shalat akan berada pada empat kondisi:

1. Mendahului (al-Musabaqah)
Adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh seorang makmum sebelum dilakukan oleh imamnya. Dan perbuatan ini diharamkan. Apabila seorang makmum mendahului imam dalam takbiratul ihram, maka shalatnya tidak sah. Sehingga secara tidak langsung ia harus mengulangi kembali shalatnya dari awal.

2. Berbarengan (al-Muwafaqah)
Adalah suatu bentuk gerakan yang dilakukan oleh makmum sama persis waktunya dengan gerakan imam. Sehingga ia akan melakukan ruku’ bersamaan dengan ruku’nya imam, bersujud bersamaan dengan sujudnya imam dan bangun bersamaan dengan bangunnya imam. Maka berdasarkan dalil hadits yang ada, hal tersebut diharamkan. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri telah bersabda,

# “Janganlah kalian ruku’ sampai imam melakukan ruku’. Dan janganlah kalian bertakbir sampai imam melakukan takbir.” (HR. Bukhari)

Sebagian ulama menganggap bahwa hal tersebut makruh dan bukan haram, kecuali dalam takbiratul ihram. Sehingga, ketika seorang makmum bertakbir bersamaan dengan takbirnya imam, maka shalatnya tidak sah, sehingga ia harus mengulangi kembali shalatnya tersebut.

3. Mengikuti (al-Mutaba’ah)
Adalah melakukan gerakan shalat sesuai dengan gerakan imamnya tanpa ketinggalan sedikit pun. Dan sebenarnya, inilah yang dituntut oleh agama.

4. Tertinggal (al-Mukhalafah)
Adalah suatu hal yang sangat bertentangan dengan apa yang disyariatkan dalam agama. Sebagai contoh, seorang imam telah berdiri dari sujud, sedangkan anda sebagai seorang makmum malah asyik masyuk dalam sujud. Sekalipun anda sangat ingin berdo’a yang panjang dalam sujud, dan memang salah satu tempat do’a mustajab adalah dalam sujud, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

# “Perbanyaklah do’a di dalam sujud. Karena kemungkinan diterimanya akan lebih.” (HR. Muslim, hadits shahih).

Akan tetapi, anda harus ingat bahwa pada saat ini anda sedang terikat dengan seorang imam. Selama seorang makmum terikat dengan imamnya, maka ia harus mengikutinya. Apabila imam telah berdiri, maka berdirilah.

Dalam buku Shalatul Jama’ah hal. 178-179, Prof Dr. Sholih bin Ghonim As-Sadlan, menyebutkan bahwa jika makmum ketinggalan untuk mengikuti (mutaba’ah) imam tanpa ada udzur (karena ngantuk, lalai, atau imam terburu-buru), tetapi karena sengaja melakukannya, maka shalatnya adalah batal.

Tidak ada komentar