Bertasawuf yang Berlebihan yang Menyesatkan


Bertasawuf yang Berlebihan yang Menyesatkan


"Setiap nabi yang diutus Allah sebelumku pasti memiliki hawariyun dan para sahabat yang mengikuti sunnahnya serta menapaki ajarannya. Kemudian setelah itu datanglah suatu generasi yang mengatakan apa yang tidak mereka kerjakan dan mengerjakan apa yang tidak diperintahkan. Barangsiapa melawan mereka dengan tangannya, maka ia adalah mukmin. Barangsiapa melawan mereka dengan lisannya, maka ia adalah mukmin, dan barangsiapa melawan mereka dengan hatinya, maka ia adalah mukmin. Dan selain itu tidak ada lagi keimanan walaupun sebesar biji sawi."
(HR. Muslim).
Sebagaimana yang telah kita bahas pada edisi terdahulu bahwa disamping apa yang menjadi penilaian oleh dua tokoh imam (Ibnu Taimiyah dan Hasan Al-Banna), tasawuf sebagai ajaran yang pada mulanya baik dan sesuai syareat, tidak luput pula kemudian tumbuh ajaran kaum shufi yang ekstrem yang bertentangan dengan syareat.

Agama itu hanyalah yang disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Dan yang disukai itu hanyalah yang dianjurkan Allah dan Nabi serta hamba pilihan-Nya. Setiap perkara yang tidak diperintahakan Allah dan tidak dilakukan oleh rasul-Nya, sekalipun bentuknya kelihatan baik dan hebat serta disukai banyak orang, ia tetap jelek dan tertolak dalam Dienul Islam yang dibawa oleh Muhammad SAW. Sebab agama ini telah sempurna, sebagaimana yang telah Raulullah SAW ajarkan kepada ummatnya.


"Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu."
(Q. S. Al-Maidah: 3).


"Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah."
(Al-Hasyr: 7).


"Katakanlah: 'Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu". Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
(Q. S. Ali Iman: 31).


"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
(Al-Hujurat: 1).


Dengan memahami secara seksama akan ayat-ayat di atas dan masih banyak lagi, tentunya kita sebagai ummat yang beriman mengetahui bahwa kita hanya disuruh untuk mengikuti apa yang dijarkan oleh Rasulullah SAW. Maka jika terjadi yang selebihnya itu adalah seolah-olah kita tidak mempercayai Atau seolah kita mengkritik bahwa agama ini belum sempurna.


Sesungguhnya telah banyak jika kita mau menengok atau melihat praktek beragama secara berlebih-lebihan yang tidak diperintahkan oleh Rasulullah SAW.



Di antara Praktek Menjalankan Ibadah yang Berlebihan pada Jaman Rasulullah SAW dan Shahabat


Sikap ekstrem atau berlebih-lebihan di dalam beragama dapat kita lihat dalam hal sebagaimana yang akan dilakukan oleh orang-orang yang diceritakan dari Anas bin Malik r.a. bahwa ia berkata: "Tiga orang sahabat datang menemui isteri-isteri Rasulullah untuk menanyakan tentang ibadah beliau. Setelah diceritakan kepada mereka tentang ibadah Rasulullah, mereka menganggapnya terlalu sedikit. Sehingga mereka berkata: "Keadaan kita dengan beliau jauh berbeda, sesungguhnya Allah SWT telah mengampuni dosa-dosa beliau yang lalu dan yang akan datang!"


Maka salah seorang di antara mereka berkata: "Aku akan shalat malam terus-menerus." Seorang lagi berkata: "Aku akan berpuasa terus-menerus tanpa putus." Yang lain berkata: "Aku akan menjauhi kaum wanita dan tidak akan menikah selamanya."


Lalu datanglah Rasulullah SAW menemui mereka, beliau bersabda:
"Apakah kamu sekalian yang mengucapkan bagini dan begitu!" Demi Allah, aku adalah orang yang paling takut danpaling bertaqwa kepada Allah! Namun di samping berpuasa aku juga berbuka (tidak berpuasa), di samping shalat aku juga tidur, dan aku juga menikahi wanita. Barangsiapa membenci sunnahku maka ia bukan termasuk golonganku."
(Muttafaqun 'alaihi).


Dalam kesempatan lain Rasulullah SAW bersabda:
"Bagaimana halnya kaum-kaum yang menjauhkan diri dari sesuatu yang kulakukan? Demi Allah, aku adalah orang yang paling tahu tentang Allah dan paling takut kepada-Nya."
(Mutafaqun 'alaihi).


Juga sisa-sisa kaum terdahulu yang menjalankan praktek beragama yang berlebih-lebihan, masih ada dan berlanjut samapai sekarang dapat kita lihat, seperti dalam riwayat:
"Janganlah kamu memberatkan dirimu sendiri, sehingga Allah SWT akan memberatkan dirimu. Sesungguhnya suatu kaum telah memberatkan diri mereka, lalu Allah memberatkan mereka. Sisa-sisa mereka masih dapat kamu saksikan dalam biara-biara dan rumah-rumah peribadatan, mereka mengada-adakan rahbaniyyah (hidup kependetaan) padahal Kami tidak mewajibkannya kepada mereka."
(HR. Abu Dawud).


Ya'la bin Umayyah menceritakan: "Suatu ketika aku melakukan thawaf besama Umar bin Khaththab r.a., saat kami iba di tiang dekat pintu Ka'bah dan Hajar Aswad, aku segera mengusapnya dengan tanganku. Melihat itu Umar pun berkata: "Pernahkan engkau melakukan thawaf bersama Rasulullah SAW? "Pernah!" jawabku. "Apakah engkau pernah melihat beliau mengusapnya?" tanyanya lagi. "Tidak pernah!", balasku. Umar pun berkata: "Jauhkanlah dirimu dari perbuatan itu, cukuplah Rasulullah SAW sebagai teladan yang terbaik bagimua."
(Atsar Riwayat Ahmad dan Thabrani)



Di antara Praktek Menjalankan Ibadah yang Berlebihan pada Kaum Shufi


Allah SWT telah berfirman yang artinya:
"Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar."
(Q. S. An-Nisa': 171).


Ajaran tasawuf yang ekstrem ditegakkan atas asas yang bertentangan dengan kaidah-kaidah tesebut. Praktek ibadah yang berlebih-lebihan itu, jauh dari nilai sunnah. Bahkan sebaliknya adalah bid'ah.


Di antara sikap yang berlebihan dapat dilihat sbb:


Asy-Sya'rani berkata: "Setiap faqir yang tidak pernah menahan lapar dan tidak menanggalkan pakaian maka ia termasuk pemburu dunia. Ia sama sekali tidak termasuk anggota tarekat tasawuf."
(Al-Akhlaq Al-Matbuliyah karangan Asy-Sya'rani II/94)


Asy-Sya'rani menukil ucapan Ahmad Ar-Rifa'i sebagai berikut: "Saya sangat senang bila murid (murid tarekat) selalu menahan lapar, tidak memakai baju (bertelanjang dada), fakir dan rendah diri."
(Al-Anwar A-Qudsiyah karangan Abdul Wahab Asy-Sya'rani I/132)


Ath-Thusi meriwayatkan dari Abu Ubeid AlBisri bahwa ia berkata:
"Apabila tiba bulan Ramadhan, Abu Ubeid Al-Bisri mengunci pintu rumahnya dan berkata kepada isterinya: "Lemarkanlah setiap harinya sepotong roti melalui lubang angin." Ia pun tidak keluar rumah hinga bulan Ramadhan berakhir. Ketika isterinya memasuki rumah, ternyata didapatinya tiga puluh potong roti dalam keadaan utuh belum disentuh di sudut rumah."
(Al-Luma' karangan Ath-Thusi Abu Nashr As-Sarraj, hal. 217)


Salah seorang penulis biografi kaum sufi mengisahkan tentang seorang sufi asal India bernama Syah Miyanjii Begh. Konon ia pernah beri'tikaf mulai awal bulan Rajab sampai sepuluh Muharram (hari Asyuraa'). Ia menutup pintu tempat I'tikaf dan mengurung diri di dalamnya selama enam bulan tidak makan dan tidak juga minum. Dikabarkan bahwa ia wafat pada tahun 889 H.
(Tadzkirah Auliya' Birr Shaghir karangan Mirza Muhammad Akhtar Ad-Dahlawi II/42)


Seorang shufi yang sudah popular bernama 'Ainuddin (wafat tahun 822 H) konon ia meminum khamar siang dan malam.
(Tadzkiratul Auliya' Birr Shaghir karangn Mirza Akhtar Ad-Dahlawi I/203)


'Aun bin Abdullah bin 'Utbah, konon ia selalu mengenakan pakaian sutera.
(Thabaqat Asy-Sya'rani I/41)


"Termasuk perkara menakjubkan adalah diletakkannya Asma Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung pada cincin emas. Barang siapa mengenakan cincin emas itu, niscaya ia akan disegani manusia. Ia akan diagungkan, dimuliakan dan tinggi derajat dan pamornya di hadapan manusia hingga akhir hayatnya. Pada hari kiamat nanti ia akan dibangkitkan dalam keadaan aman dari ketergelinciran kala melewati titian Shiratul Mustaqim. Dan akan berat timbangan kebaikannya."
(Manba'u Ushulil Hikmah karangan Al-Buuni, hal. 46)


Coba bandingkan dengan ketentuan syariat yang telah Allah dan Rasul-Nya ajarkan sbb:
"Telah dihalalkan emas dan sutera bagi kaum wanita dari umatku, dan diharamkan atas kaum pria."
(H. R. Tirmidzi dan Nasa'I)


Manakah yang benar? Ocehan kelompok shufi di atas ataukah sabda Rasulullah SAW?


Al-Hajweiri menukil ucapan sbb:
"Aku menemukan beberapa hikayat tentang seorang ulama syareat yang menguji Asy-Syibli dengan pertanyaan: "Apa saja yang dikeluarkan zakatnya?"
Asy-Syibli menjawab: "Jika kebakhilan merebak dan harta melimpah ruah maka wajib mengeluarkan zakat dua ratus dirham sebanyak lima dirham, zakat dua puluh dinar sebanyak setengah dinar, itu menurut madzhabmu, namun menurut kami selayaknya kamu tidak memiliki apapun sehingga engkau terbebas dari beban zakat!"
(Khasyful Mahjub karangan Al-Hajweiri, hal. 558)


Syaikh Muhammad berkata:
"Jika engkau ingin belajar tarekat maka jadikanlah pakaianmu sebagai serbet bagi kaum fuqara'." Pesan Syaikh Muhammad itupun dilakukannya. Maka setiap orang yang makan ikan atau sayuran membersihkan tangan mereka dengan bajunya. Hal itu ia lakukan selama satu tahun tujuh bulan, sehingga bajunya seperti baju tukang minyak atau baju para gembel. Setelah melihat keadaan bajunya seperti itu, barulah Syaikh Muhammad mengajarkan kepadanya wirid dan dzikir.
(Thabaqat Asy-Sya'rani II/128)


Dan masih banyak hal-hal yang aneh dan berlebihan yang dilakukan kaum shufi ekstrem.



Di antara Praktek Bid'ah Kaum Shufi


Asy-Sya'rani menulis tentang Umar bin Al-Faridh, dia mempunyai sejumlah gadis-gadis yang bernyanyi untuknya hingga membuatnya bergoyang dan gembira. Ia berani membeli mereka dengan harga mahal karena suara mereka yang merdu.
(Al-Anwar Al-Qudsiyah karangan Asy-Sya'rani II/186)


Asy-Sya'rani meriwayatkan dari Abu Hafs Al-Haddad An-Naisaburi yang ditanya: "Salah seorang rekanmu berputar-putar mengelilingi majelis as-sama' (penyimakan dengan siulan dan tepukan, bertepuk tangan dan bersiul). Apabila mendengar as-sama', ia pasti menangis, berteriak histeris dan mengoyak-ngoyak bajunya." Abu Hafs menjawab: "Ia berbuat seperti orang tenggelam yang berpegang kepada apa saja yang dikiranya dapat menyelamatkan dirinya."
(Thabaqat Asy-Sya'rani I/81)


Allah SWT telah menyinggung apa yang dilakukan oleh orang-orang musyrik, dengan firman-Nya, yang artinya:
"Sembahyang mereka di sekitar Baitullah itu lain tidak hanyalah siulan dan tepukan tangan."
(Q. S. Al-Anfal: 35)


Ba Yazid Al-Anshari (wafat 980 H) membagi dzikir menjadi beberapa bagian, ia berkata: "Adapun dzikir Laa Ilaaha Illallah Muhammadur Rasulullah adalah dzikir lisan. Dzikir sepeti ini dibolehkan dalam tingkatan syariat. Sementara dzikir Laa Ilaaha Illallah adalah dzikir hati, hanya dibolehkan jika sudah mencapai tingkatan tarekat. Sedang dzikir Illallah adalah dzikir ruh dengan meninggalkan syak wasangka. Hanya dibolehkan jika telah mencapai tingkatan hakekat. Lalu dzikir Allah?Allah termasuk dzikir batin, hanya boleh jika sudah mencapai tingkat ma'rifat. Dan dzikir Hu?Hu?adalah dzikir ghaib yang hanya boleh diucapkan bila sudah sampai tingkatan qurbah (kedekatan dengan Allah). Dan dzikir Laa Ilaaha illa anta adalah dzikir ghaibul ghaib, hanya dibolehkan jika sudah mencapai tingkat al-washlah (tiba di haribaan Allah). Dan terakhir lafzhul jalalah (asma Allah Yang Maha Agung) adalah dzikir madzkur yang hanya boleh diucapkan jika telah mencapai tingkat al-wihdah (penyatuan)."
(Maqshudul Mukminin karangan Ba Yazid Al-Anshari, hal.306)


Lantas bagaimana dengan sabda Rasulullah SAW yang artinya:
"Dzikir yang paling utama adalah Laa Ilaaha Illallah."


Rasulullah SAW telah mensabdakan bahwa dzikir yang paling utama itu adalah yang demikian. Apakah Rasulullah SAW itu bohong, atau menyembunyikan syariat dari Allah?


Maka sungguh Rasulullah SAW telah menyampaikan apa yang harus disampaikan dari Allah SWT. Dan Allah SWT telah berfirman yang atinya:


"Katakanlah: 'Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rasul-rasul dan aku tidak mengetahui apa yang akan diperbuat terhadapku dan tidak (pula) terhadapmu. Aku tidak lain hanyalah mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku dan aku tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan yang menjelaskan."
(Q. S. Ahqaf: 9)


"Tiadalah Kami alpakan sesuatu apapun di dalam Al-Kitab."
(Al-An'am: 38)


"Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepada engkau dari Tuhanmu; dan jika tidak engkau laksanakan, maka tidaklah engkau menyampaikan risalah-Nya."
(Q. S. Al-Maidah: 67)


"Dan telah Kami turunkan kepada engkau peringatan, supaya engkau terangkan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka, dan supaya mereka berfikir."
(Q. S. An-Nahl: 44)


"Ikutilah semua yang diturunkan Tuhanmu kepadamu, dan janganlah kamu ikuti pemmpin-pemimpin, selain daripada-Nya, tetapi amat sedikit sekali di antaramu yang ingat."
(Q. S. Al-A'raf: 3)


Selain hal di atas ada juga pelaksanaan dzikir dengan bersama-sama dengan suara yang sangat keras dan menukik telinga bagi yang berada di dekatnya.


Padahal Allah SWT telah memerintahkan dengan firman-Nya yang artinya:
"Dan sebutlah (nama) Rabbmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara."
(Q. S. Al-A'af: 205)


Padahal tokoh shufi terkenal Ba Yazid jurstru meriwayatkan dari Rasulullah SAW bahwasanya beliau besabda:
"Dzikir yang paling utama adalah dzikir dengan suara lirih."
(Maqshudul Mukminin karangan Ba Yazid Al-Anshari, hal. 330)


Dan masih banyak lagi hal-hal yang berlebihan dan mengada-ada yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah SAW.



Yang Terbaik Adalah Mengikuti Sesuai Petunjuk Al-Qur'an dan As-Sunnah


Jika kita adalah orang yang mengimanai sabda Rasulullah SAW bahwa akan datang jaman penuh fitnah dan praktek bid'ah, maka hendaklah kita termasuk orang yang berusaha menolak dan memeranginya dengan kemampuannya masing-masing serta berhati-hati di dalam menimba ilmu dan mengamalkan syareat.


Maka Al-Qur'an dan As-Sunnah adalah sebagai pedoman yang tidak boleh tidak ditinggalkan bagi kaum Muslimin. Siapa saja menemukan praktek ibadah yang bertentangan dengannya tinggalkanlah. Dan siapa saja menjumpai agama ini sesuai dengannya, maka ikutilah.


"Dan taatlah kamu sekalian kepada Allah dan taatlah kamu sekalian kepada Rasul, dan hati-hatilah kamu, karena jika kamu sekalian berpaling, maka ketahuilah olehmu, sesungguhnya tidak ada kewajiban atas Rasul Kami, melainkan menyampaikan pesan yang terang."
(Q. S. Al-Maidah: 92)


Imam Malik dan Anas meriwayatkan sebuah hadits sbb:
"Telah sampai kepadanya (Malik), bahwasanya Rasulullah SAW pernah bersabda, yang artinya:
"Aku telah meninggalkan pada kamu sekalian dua perkara tidak akan tersesat kamu selama kamu berpegang teguh dengan kedua-duanya, yaitu Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya."

(HR. Malik dan Anas)


Dari Ibnu 'Abbas r.a. berkata: Rasulullah SAW pernah bersabda:
"Tidak akan lenyap sesuatu daripada sunnah, sehingga tampaklah yang semisalnya daripada bid'ah, sehingga lenyaplah sunnah dan tampaklah bid'ah, sehingga dianggap cukuplah bid'ah itu bagi orang yang tidak mengenal sunnah."
(HR. Ibnul Jauzi)


Dari Ibnu 'Abbas r.a. berkata, Rasulullah SAW pernah bersabda:
"Sesungguhnya di masa kemudian aku akan ada peperangan di antara orang-orang yang beriman." Seorang shahabat bertanya: "Mengapa kita (orang yang beriman) memerangi orang-orang yang beriman, yang mereka itu sama berkata: "Kami telah beriman." Rasulullah bersabda: "Ya, karena mengada-adakan di dalam agama, apabila mereka mengerjakan agama dengan pendapat fikiran, padahal di dalam agama itu tidak ada pendapat fikiran. Sesungguhnya agama itu dari Tuhan, perintah-Nya dan larangan-Nya."
(HR. Thabrani)


Disadur dari:


  1. Tasawuf, Bualan Kaum Sufi ataukah Sebuah Konspirasi, Dr. Ihsan Ilahi Zhahir
  2. Kembali kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah, K.H. Moenawar Chalil

Tidak ada komentar